Index of Syariah Financial Inclusion
in Indonesia
Azwar Iskandar Umar1
Abstract
This paper calculates and analyzes the Index of Syariah Financial Inclusion (ISFI) covering three dimensions; the accessibility, the availability and the usage of Islamic banking services. Using the annual data in province level in Indonesia during the period of
Keywords : Fincancial inclusion, syariah, welfare
JEL Classification: G21, I14, I32
1 Author works in Financial Education and Training Agency, Ministry of Finance of Indonesia (azwar.iskandar@gmail.com)
100Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
I. PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan ditandai dengan terciptanya suatu sistem keuangan yang stabil dan memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini, institusi keuangan memainkan peran penting melalui fungsi intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta pencapaian stabilitas sistem keuangan. Meski demikian, industri keuangan yang berkembang sangat pesat belum tentu disertai dengan akses keuangan yang memadai. Padahal, akses layanan jasa keuangan merupakan syarat penting keterlibatan masyarakat luas dalam sistem perekonomian. Seberapa besar kesempatan masyarakat untuk dapat mengakses dan menggunakan jasa keuangan, mencerminkan tingkat keuangan inklusif dalam ekonomi tersebut.
Indonesia termasuk negara dengan tingkat financial exclusion yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa hasil survei dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga nasional maupun internasional. Survei Neraca Rumah Tangga (2011) oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang menabung di lembaga keuangan formal dan non lembaga keuangan sebesar 48 persen. Dengan demikian masyarakat yang tidak memiliki tabungan sama sekali baik di bank maupun di lembaga keuangan non bank masih relatif sangat tinggi yaitu sekitar 52%. Sementara Survei Bank Dunia (2014) menunjukkan hanya sekitar 36 persen masyarakat Indonesia usia 15 tahun ke atas yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Kedua survei tersebut saling menguatkan dan mendukung bahwa akses keuangan masyarakat Indonesia ke lembaga keuangan formal dan non formal masih relatif rendah sehingga penduduk Indonesia yang memiliki akses yang terbatas terhadap sistem jasa keuangan masih perlu ditingkatkan. Meskipun demikian, dengan segala permasalahan tersebut di atas, akses masyarakat kepada layanan keuangan di Indonesia sebenarnya tergolong moderat di antara negara berkembang lainnya. Tingkat akses penduduk Indonesia pada layanan keuangan lebih besar dari dua emerging giants, India dan Cina, dan hanya sedikit di bawah Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan. Artinya, masih ada ruang untuk membuat sistem keuangan Indonesia lebih inklusif dan meraih keuntungan sosial yang lebih besar (Bank Indonesia, 2014).
Mengingat pentingnya isu ini, pembahasan keuangan inklusif menjadi salah satu agenda penting dalam dunia internasional. Forum internasional seperti G20,
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 101
memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan dan menjadi pedoman langkah- langkah strategis kementerian/lembaga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan antarindividu dan antardaerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Peran perbankan nasional sebagai lembaga intermediasi keuangan bagi masyarakat memegang peranan yang vital dalam mewujudkan program nasional ini. Keuangan inklusif sangat relevan untuk mendukung efektivitas fungsi dan tugas Bank Indonesia dan perbankan nasional baik dari sisi moneter, sistem pembayaran maupun makroprudensial. Perbankan syariah sebagai bagian dalam industri perbankan nasional, dengan karakteristiknya yang khusus juga memiliki potensi yang besar untuk memberikan kontribusi dalam mewujudkan inklusifitas keuangan nasional. Perbankan dan industri keuangan syariah secara umum ditantang untuk memberikan perannya. Apalagi hal ini dikuatkan dengan hasil survei oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2016 yang menemukan bahwa meskipun mayoritas penduduk Indonesia merupakan umat muslim, namun pada kenyataannya tingkat literasi dan keuangan inklusif syariah masih jauh dari maksimal. Berdasarkan survei tersebut ditemukan bahwa dari 100 orang penduduk muslim, hanya 8 orang yang memahami produk dan layanan keuangan syariah dan 11 orang yang memiliki akses terhadap produk dan layanan lembaga jasa keuangan syariah2. Rasio ini tentu saja menjadi catatan penting bagi peningkatan peran perbankan dan industri keuangan syariah saat ini. Halim Alamsyah3, dalam Seminar Nasional Keuangan Inklusif tahun 2014 mengemukakan bahwa keuangan syariah dan kebijakan keuangan inklusif memiliki potensi untuk bersinergi dengan baik, mengingat kesamaan konsep yaitu keuangan inklusif bertujuan memberikan akses keuangan yang mudah, murah, aman dan sesuai bagi masyarakat unbanked, serta bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas masyarakat agar mampu hidup lebih sejahtera dan keluar dari garis kemiskinan. Sementara prinsip syariah bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat melalui prinsip partnership dan profit sharing. Selain itu, saat ini berkembang juga beberapa pemikiran tentang Islamic Financial Inclusion khususnya terkait dengan pemanfaatan potensi dari kegiatan yang bernilai sosial. Sektor sosial Islam yang mencakup sistem zakat dan wakaf dengan potensi sekitar Rp 217 triliun (atau setara dengan 3,4 persen PDB Indonesia) dapat memainkan peran yang sangat penting untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan mendukung stabilitas keuangan.
Lebih lanjut, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E Siregar4, mengatakan bahwa di
2
3
4
102Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
berkontribusi pada pembiayaan jangka panjang dan sektor prioritas pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, mengingat peranan inklusifitas sektor keuangan menjadi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi, kajian terkait inklusifitas keuangan syariah di Indonesia seyogyanya menjadi agenda yang sangat penting dan menarik untuk dilakukan baik oleh para peneliti dan pemegang kebijakan terkait. Selain itu, kajian ilmiah yang berfokus pada pengukuran dan determinan keuangan inklusif syariah di Indonesia dirasakan masih sangat minim dan menjadi salah satu poin yang dapat menyebabkan upaya pemerintah dalam case ini menjadi kurang optimal karena pemahaman dan wawasan tentang dinamikanya relatif terbatas.
Untuk menjembatani gap tersebut di atas, penelitian ini mencoba menganalisis dan mengukur inklusifitas sektor keuangan syariah di Indonesia. Penelitian ini menjadi berbeda dan terbaru dari
Bagian kedua dari paper ini mengulas teori dan literatur terkait. Bagian ketiga menyajikan data dan metode yang digunakan dalam menghitung tingkat financial inclusion, sementara bagian keempat membahas hasil perhitungan dan analisanya. Kesimpulan diberikan pada bagian kelima, dan menjadi penutup paper ini.
II. TEORI
2.1. Keuangan Inklusif
Istilah financial inclusion atau keuangan inklusif menjadi tren paska krisis 2008 terutama didasari oleh dampak krisis kepada kelompok the bottom of the pyramid (pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran) yang umumnya termasuk kategori unbanked5 yang tercatat sangat tinggi di luar negara maju. Pada G20 Pittsbugh Summit 2009, anggota G20 sepakat akan perlunya peningkatan akses keuangan bagi kelompok ini yang dipertegas pada
5 masyarakat yang belum pernah berhubungan dengan bank atau belum memiliki rekening di bank.
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 103
Toronto Summit tahun 2010, dengan dikeluarkannya 9 Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai pedoman pengembangan keuangan inklusif. Prinsip tersebut adalah leadership, diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, knowledge, proportionality, dan framework (Bank Indonesia, 2014).
Berbagai alasan menyebabkan masyarakat dimaksud menjadi unbanked, baik dari sisi supply (penyedia jasa) maupun demand (masyarakat), yaitu karena price barrier (mahal), information barrier (tidak mengetahui), design product barrier (produk yang cocok) dan channel barrier (sarana yang sesuai) (Purba, 2016). Keuangan inklusif mampu menjawab alasan tersebut dengan memberikan banyak manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat, regulator, pemerintah dan pihak swasta, antara lain sebagai berikut:
•Meningkatkan efisiensi ekonomi.
•Mendukung stabilitas sistem keuangan.
•Mengurangi shadow banking atau irresponsible finance.
•Mendukung pendalaman pasar keuangan.
•Memberikan potensi pasar baru bagi perbankan.
•Mendukung peningkatan Human Development Index (HDI) Indonesia.
•Berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang sustain dan berkelanjutan.
•Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan.
Sejak saat itu banyak
Beberapa penelitian telah banyak meyakinkan para ekonom dan pengambil kebijakan di negara berkembang tentang dampak positif dari sektor keuangan inklusif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Namun demikian, masih belum ada definisi global dan baku dari keuangan inklusif yang menjelaskan apa sebenarnya keuangan inklusif itu sendiri. Berbagai studi dan institusi mencoba untuk mendefinisikannya, sebagai berikut:
Leyshon dan Thrift (1995) menjelaskan bahwa keuangan inklusif merupakan antitesis dari eksklusi keuangan. Proses eksklusi keuangan membuat masyarakat miskin tidak dapat mengakses benefit dari sektor keuangan dan memberikan kerugian kepada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap sistem keuangan karena kurangnya akses, jaminan, riwayat kredit, dan jaringan.
104Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
Global Partnership for Financial Inclusion
Menurut FATF, “financial inclusion involves providing access to an adequate range of safe, convenient and affordable financial services to disadvantaged and other vulnerable groups, including low income, rural and undocumented persons, who have been underserved or excluded from the formal financial sector”.
Reserve Bank of India (RBI) mendefinisikan keuangan inklusif sebagai: “process of ensuring access to appropriate financial products and services needed by all sections of the society in general and vulnerable groups such as weaker sections and low income groups in particular, at an affordable cost in a fair and transparent manner by regulated, mainstream institutional players”.
Sementara, dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif, keuangan inklusif digambarkan sebagai kondisi dimana: “hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya, dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabatnya. Layanan keuangan tersedia bagi seluruh segmen masyarakat, dengan perhatian khusus kepada orang miskin, orang miskin produktif, pekerja migrant, dan penduduk di daerah terpencil” (Bank Indonesia, 2014).
Sejak tahun
Di Indonesia, keuangan inklusif menjadi strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui distribusi pendapatan yang merata, penurunan tingkat kemiskinan, dan stabilitas sistem keuangan (Hadad, 2010). Hak setiap individu dijamin untuk dapat mengakses seluruh cakupan kualitas jasa keuangan dengan biaya yang terjangkau. Target dari kebijakan ini sangat memperhatikan masyarakat miskin berpendapatan rendah, masyarakt miskin produktif, pekerja migran, dan masyarakat yang hidup di pelosok (Bank Indonesia, 2014) Sederhananya, beberapa penelitian yang ada saat ini telah menghubungkan paling tidak tiga poin keuangan inklusif yaitu akses, kelompok masyarakat, dan sistem keuangan
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 105
Dari berbagai belahan dunia, untuk meningkatkan financial inclusion dan menurunkan financial exclusion, dilakukan dalam dua pendekatan, yaitu secara komprehensif dengan menyusun suatu strategi nasional seperti Indonesia, Nigeria, Tanzania dan melalui berbagai program terpisah, misalnya edukasi keuangan seperti yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat paska krisis 2008. Secara umum, pendekatan melalui suatu strategi nasional mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu penyediaan sarana layanan yang sesuai, penyediaan produk yang cocok, responsible finance melalui edukasi keuangan dan perlindungan konsumen. Penerapan keuangan inklusif umumnya bertahap dimulai dengan target yang jelas seperti melalui penerima bantuan program sosial pemerintah atau pekerja migran sebelum secara perlahan dapat digunakan oleh masyarakat umum.
Strategi keuangan inklusif di Indonesia bukanlah sebuah inisiatif yang terisolasi, sehingga keterlibatan dalam keuangan inklusif tidak hanya terkait dengan tugas Bank Indonesia, namun juga regulator, kementerian dan lembaga lainnya dalam upaya pelayanan keuangan kepada masyarakat luas. Melalui strategi nasional keuangan inklusif diharapkan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan tercipta secara baik dan terstruktur.
2.2. Indikator Keuangan inklusif
Bank Indonesia menetapkan Indeks Keuangan Inklusif (IKI) sebagai salah satu cara alternatif untuk pengukuran keuangan inklusif yang menggunakan indeks multidimensional berdasarkan data makroekonomi, terutama pada jangkauan layanan sektor perbankan. Pengukuran IKI pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk mengkombinasikan berbagai indikator sektor perbankan, sehingga pada akhirnya IKI dapat menggabungkan beberapa informasi mengenai berbagai dimensi dari sebuah sistem keuangan yang inklusif, yaitu akses (access), penggunaan (usage) dan kualitas (quality) dari layanan perbankan.
Dimensi Akses adalah dimensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan penggunaan jasa keuangan formal, sehingga dapat dilihat terjadinya potensi hambatan untuk membuka dan mempergunakan rekening bank, seperti biaya atau keterjangkauan fisik layanan jasa keuangan (kantor bank, ATM, dll.). Indikator yang dipergunakan dalam mengukur dimensi akses meliputi:
(1)jumlah kantor bank per 100.000 penduduk dewasa; (2) jumlah ATM per 10.000 penduduk dewasa; (3) jumlah kantor bank per 1.000 km2; dan (4) jumlah ATM per 1.000 km2.
Dimensi Penggunaan adalah dimensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan penggunaan aktual produk dan jasa keuangan, antara lain terkait keteraturan, frekuensi dan lama penggunaan. Indikator yang dipergunakan dalam mengukur dimensi akses meliputi: (1) jumlah rekening Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terdiri dari deposito, giro dan tabungan per 1.000 penduduk dewasa; dan (2) jumlah rekening kredit per 1.000 penduduk dewasa.
Sedangkan Dimensi Kualitas adalah dimensi yang digunakan untuk mengetahui apakah ketersediaan atribut produk dan jasa keuangan telah memenuhi kebutuhan pelanggan.
106Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
Pengukuran terhadap dimensi ini masih sukar untuk dilakukan dan saat ini beberapa lembaga internasional yang concern dalam pengembangan keuangan inklusif sedang menyusun indikator dari dimensi kualitas beserta tools yang dipergunakan. Secara umum The Alliance for Financial Inclusion (AFI) telah menyepakati
Sementara dalam literatur lainnya, seperti pada Sarma (2012), Gupta et. al. (2014), Sanjaya dan Nursechafia (2016), menggunakan indikator atau dimensi pengukuran pada metode perhitungan Index Financial Inclusion (IFI) berupa aksesibilitas (penetration), availabilitas (availability) dan penggunaan jasa perbankan (usage of banking services). Dimensi penetrasi diwakili oleh jumlah rekening deposit per 1.000 jumlah orang dewasa, dimensi availibilitas diwakili oleh jumlah bank outlets per 1000 jumlah penduduk dan/atau jumlah ATM per 1000 jumlah penduduk, dan dimensi penggunaan diwakili oleh rasio volume dari two basic services of the banking system yaitu credit dan depositdari jumlah penduduk dewasa terhadap nilai Gross Domestic Product (GDP). IFI yang rendah ditunjukkan dengan rendahnya pendapatan masyarakat kelas menengah, sedangkan kebanyakan negara berpendapatan tinggi memiliki IFI yang tinggi.
2.3. Keuangan inklusif dan Kesejahteraan
Studi empiris menunjukkan hubungan positif antara perkembangan sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (Levine, 2005). Pada regresi dengan menggunakan sampel antarnegara
(ii)peningkatan pendapatan masyarakat yang sangat miskin, dan (iii) menurunnya persentase populasi masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Memang
Di Indonesia, keuangan inklusif menjadi strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui distribusi pendapatan yang merata, penurunan tingkat kemiskinan, dan stabilitas sistem keuangan (Hadad dalam Sanjaya dan Nursechafia, 2016). Hak setiap individu dijamin untuk dapat mengakses seluruh cakupan kualitas jasa keuangan dengan biaya yang terjangkau. Target dari kebijakan ini sangat memperhatikan masyarakat miskin berpendapatan rendah, masyarakt miskin produktif, pekerja migran, dan masyarakat yang hidup di pelosok (Bank Indonesia, 2014).
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 107
Pembangunan sektor keuangan, terutama sektor perbankan, dapat meningkatkan akses dan penggunaan jasa perbankan oleh masyarakat. Semakin terbukanya akses terhadap jasa keuangan, masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan akses tersebut serta meningkatkan pendapatannya melalui penyaluran kredit oleh lembaga keuangan terutama apabila digunakan untuk kegiatan produktif. Sulitnya akses terhadap jasa keuangan menyebabkan masyarakat miskin harus mengandalkan tabungan yang terbatas untuk investasi dan pengusaha kecil harus mengandalkan laba untuk meneruskan usaha. Akibatnya, ketimpangan pendapatan tidak berkurang dan pertumbuhan ekonomi melambat (Allen et al. 2012).
Terdapat program transisi untuk memberdayakan masyarakat miskin dengan menggunakan kredit mikro untuk pembiayaan mikro. Pada prosesnya, inklusifitas keuangan menawarkan sejumlah jasa keuangan yang lebih luas termasuk kredit, simpanan, transfer uang, dan asuransi (Robinson, 2001, Armendariz dan Murdoch, 2010). Dengan tujuan pemberdayaan masyarakat miskin untuk kehidupan yang lebih baik, konsep keuangan inklusif menjadi sangat penting untuk diimplementasikan.
Keuangan inklusif harus didukung dengan analisis empiris tentang bagaimana mengukur keuangan inklusif pada indikator ekonomi agregat. Lebih jauh lagi, hal ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat miskin pada pertumbuhan ekonomi dan akhirnya menciptakan pertumbuhan yang inklusif. Untuk menerapkannya, maka database Indonesia tentang keuangan inklusif dapat membantu mengembangkan kapasitas statistik lokal. Di samping itu, perbandingan antara indikator keuangan inklusif dan ditingkatkan antar ekonomi dan antar waktu (Sanjaya dan Nursechafia, 2016).
2.4. Penelitian Terdahulu
Berkenaan dengan keuangan inklusif dan
Wachira dan Kihiu (2012) telah melakukan studi tentang pengaruh literasi keuangan terhadap akses jasa keuangan di Kenya pada tahun 2009, ternyata akses terhadap jasa keuangan tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat literasi keuangan tetapi lebih besar dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, jarak dari bank, usia, status perkawinan, jenis kelamin, ukuran rumah tangga, dan tingkat pendidikan.
Adapun studi Beck et al. (2007) di 99 negara pada tahun
108Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
kedalaman sektor keuangan.
Van der Werff et al. (2012), dalam studinya di 31 negara OECD tahun 2011, menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi proporsi populasi yang mengakses perbankan adalah ketimpangan pendapatan, jumlah ATM dan bank per 100.000 populasi, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang diproksikan dengan corruption index dan GNI per kapita. Keuangan inklusif juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.
Ummah (2013), dengan menggunakan perhitungan Index of Financial Inclusion yang dikembangkan oleh Sarma (2008) penelitiannya menemukan bahwa delapan negara di Asia yang diteliti dari tahun
Sarma (2012) mengembangkan metode perhitungan Index Financial Inclusion (IFI) yang dapat digunakan untuk membandingkan tingkat keuangan inklusif antar negara atau provinsi dalam sebuah negara pada periode waktu tertentu. Metode ini memenuhi asumsi komparabilitas, properti matematika, dan tiga dimensi (aksesibilitas, availabilitas, dan penggunaan jasa perbankan). IFI yang rendah ditunjukkan dengan rendahnya pendapatan masyarakat kelas menengah, sedangkan kebanyakan negara berpendapatan tinggi memiliki IFI yang tinggi.
Gupta et. al. (2014) mengukur Index for Financial Inclusion (IFI) pada 28 negara bagian dan 6 regions di India menggunakan dimensi : penetration, availability dan usage of banking services, menemukan secara empiris bahwa indeks inkulis keuangan dan indek pembangunan manusia sebagai proksi kesejahteraan masyarakat di India memiliki hubungan (korelasi) yang positif. Oleh karena itu, mereka menekankan prioritas kebijakan pemerintah India untuk mencapai pertumbuhan inklusif, pemabngunan manusia dan ekonomi.
Sanjaya dan Nursechafia (2016) dalam penelitiannya mengukur dan menganalisis tingkat keuangan inklusif dan pertumbuhan inklusif di Indonesia menemukan bahwa keuangan inklusif
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 109
di Indonesia sangat dipengaruhi oleh dimensi aksesibilitas, sedangkan dimensi availabilitas dan penggunaan hanya memiliki proporsi yang kecil. Hal ini membawa kita pada kesimpulan bahwa kelompok masyarakat miskin cukup terbatas dalam memanfaatkan layanan jasa sektor keuangan.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Data dan Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder berbasis tahunan yaitu tahun
Tabel 1.
Deskripsi Statistik Kelompok Bank
No. |
Variabel |
Deskripsi |
|
|
Indikator |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
I. Analisis Pengukuran Keuangan inklusif Syariah |
|
|
|
|
|
||
1 |
aksesibilitas (D1) |
Mengukur penetrasi |
Rasio jumlah DPK perbankan Syariah (Bank Umum Syariah, |
||||
|
|
keuangan syariah pada |
Unit Usaha dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) dalam jutaan |
||||
|
|
masyarakat miskin |
rupiah per 1.000 penduduk miskin dewasa dihitung dengan |
||||
|
|
(Sarma, 2012). |
rumus : |
|
|
||
|
|
|
D1 |
= |
Jumlah DPK perbankan syariah (tahunt) |
x |
1.000 |
|
|
|
Jumlah penduduk (tahunt) |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
2 |
availabilitas (D2) |
Mengukur kemampuan |
Rasio jumlah kantor layanan bank syariah meliputi Bank |
|
|||
|
|
penggunaan jasa |
Pembiayaan Rakyat Syariah per 100.000 penduduk miskin |
||||
|
|
keuangan formal syariah |
dewasa dihitung dengan rumus : |
|
|
||
|
|
oleh masyarakat miskin |
|
|
|
|
|
|
|
(Sarma, 2012). |
|
|
|
|
|
|
|
|
D2 |
= |
Jumlah kantor layanan bank syariah (tahunt) |
x |
100.000 |
|
|
|
Jumlah penduduk (tahunt) |
||||
|
|
|
|
|
|
|
110Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
Tabel 1.
Deskripsi Statistik Kelompok Bank
No. |
Variabel |
Deskripsi |
|
|
Indikator |
|
|
3 |
penggunaan (D3) |
Mengukur sejauh mana |
|
Rasio jumlah pembiayaan (financing) Syariah (Bank Umum |
|||
|
|
penggunaan jasa |
|
Syariah, Unit Usaha dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah |
|||
|
|
keuangan perbankan |
|
Syariah) terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) |
|||
|
|
syariah dalam memenuhi |
|
dalam milyar rupiah dihitung dengan rumus : |
|
|
|
|
|
kebutuhan masyarakat, |
|
|
|
|
|
|
|
diantaranya berupa |
|
|
|
|
|
|
|
pembiayaan (financing) |
|
|
|
|
|
|
|
syariah (Sarma, 2012). |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah pembiayaan (financing) |
|
|
|
|
|
|
D3 = |
syariah (tahunt) |
x |
1.000 |
|
|
|
|
Nilai PDRB (tahunt) |
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
II. Analisis Korelasi (Hubungan) Keuangan inklusif Syariah dan Kesejahteraan |
|
|
|||||
1 |
Indeks Keuangan inklusif |
Nilai indeks hasil perhitungan keuangan inklusif syariah. |
|
|
|||
|
Syariah |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
2 |
Human Development |
Nilai Indeks Pembanguna Manusia (rasio) sebagai proksi untuk mengukur tingkat |
|
||||
|
Index (HDI) |
kesejahteraan masyarakat. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber : Sarma (2012), Bank Indonesia (2017)
3.2. Metode Analisis
Indeks keuangan inklusif dibangun dengan menggunakan dimensi aksesibilitas, availibilitas jasa perbankan, dan penggunaan sistem perbankan. Karena sektor keuangan menjadi hal utama dalam sistem ekonomi Indonesia, sistem keuangan sering digunakan sebagai pintu masuk keberlanjutan pertumbuhan ekonomi (sustainable economic growth). Dengan melakukan pengukuran pada IFI pada database provinsi di Indonesia, maka data tersebut dapat membantu pengambil kebijakan untuk memprioritaskan reformasi dengan baik untuk mendorong desain kebijakan dengan lebih kuat berdasarkan temuan empiris sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebegai salah satu tujuan bernegara (Lihat Gambar 1).
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Aksesibilitas |
|
|
|
|
|
Keuangan Syariah yang Inklusif |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah DPK Perbankan Syariah |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah Penduduk |
|
|
|
|
|
|
Inklusi Keuangan |
|
Availibilitas |
|
|
|
|
|
|
|
|
Kesejahteraan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah Kantor Cabang Bank Syariah |
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembiyaan (Financing) Syariah |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penggunaan |
|
|
|
|
|
Pendapatan Daerah |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 111
Penelitian ini mengadopsi pengukuran Index of Financial Inclusion (IFI) yang digunakan oleh Sarma (2012). Metode ini digunakan karena menyajikan pengukuran komprehensif yang robust dan dapat dibandingkan antarprovinsi.
Secara detail, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai indeks inklusi setiap dimensi (di) menggunakan rumus berikut:
di mana wi adalah weight attached untuk dimensi i; Di adalah nilai aktual dimensi i; mi adalah batas terendah nilai dimensi i; dan Mi adalah batas tertinggi nilai dimensi i
Pada penelitian ini, bobot yang digunakan (weight attached) untuk seluruh dimensi bernilai sama (wi =1). Dengan merujuk ke metode yang digunakan oleh Sarma (2012), penelitian ini mengasumsikan bahwa seluruh dimensi memiliki prioritas yang sama, sehingga bobot nilai nya adalah wi = 1 untuk seluruh i. Nilai domensi yang mendekati wi menunjukkan area dengan capaian tertinggi pada seluruh dimensi.
Sarma (2012) secara empiris melakukan pengamatan batas minimum terendah dan batas maksimum tertinggi. Tidak seperti dimensi pembangunan manusia (human development), hal ini agak sulit untuk mengukur batas bawah dan batas atas keuangan inklusif. Namun demikian karena tidak adanya hasil outlier dalam kasus Indonesia, titik Mi mewakili nilai maksimum dari data yang tersedia yang merupakan batas maksimum untuk setiap dimensi, sedangkan mi merepresentasikan batas terendah.
Langkah kedua adalah menentukan nilai X1 dan X2 dengan menggunakan rumus di bawah ini:
Langkah ketiga adalah menentukan nilai IFI sebagai nilai
112Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
Availability (A)
IFI = |
1 |
|
2 |
||
|
(
1 x
X1
- 1 +
X2 x2
)
(0, W |
, 0) |
W (w1, w2 |
, w3 |
, |
|
|
|
||
2 |
|
|
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
|
||
|
1 |
|
|
|
X (p, a, u,)
|
X |
1 |
|
|
a |
|
(0, 0, w |
, |
|
|
|
|||
|
|
|
3 |
|
(0, 0, 0,) |
|
u |
|
|
|
|
|
|
|
|
p |
|
|
|
|
|
(w |
, 0, 0) |
|
|
|
3 |
|
|
Penetration (P)
Usage (U)
Sumber : Sarma (2012)
Gambar 2.
Skema Vektor Keuangan Inklusif
Seperti dijelaskan sebelumnya, nilai indeks dari setiap dimensi terletak antara 0 dan wi. Nilai di yang lebih tinggi mengindikasikan lebih banyak titik ideal pada dimensi ke i. Titik X = (d1, d2, d3) menunjukkan pencapaian keuangan inklusif pada sebuah provinsi. Kemudian pada ruang dimensi, point O = (0, 0, 0) merepresentasikan situasi yang terburuk, sedangkan titik W
=(w1, w2, w3) – di mana w1, w2, dan w3 adalah bobot setiap dimensi – yang mewakili situasi paling ideal untuk seluruh dimensi (Sarma, 2012).
Dengan titik W = (1,1,1), maka rumus akhir dari IFI adalah sebagai berikut:
Rumus IFI didapatkan dengan menghitung
(i)IFI rendah jika nilai IFI kurang dari 0,3; (ii) IFI medium jika nilai IFI berada di antara 0,3 dan 0,6, dan (iii) IFI tinggi jika nilai IFI antara 0,6 dan 1 (Sarma, 2012).
Selanjutnya penelitian ini menggunakan Product Moment Coefficient of Correlation untuk mengukur kaitan keuangan inkulsif dengan tingkat kesejahteraan. Metode ini digunakan mengingat data variabel model yang digunakan berbentuk rasio. Metode ini mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Gupta et. al. (2014), dengan formula:
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 113
dimana :
R : nilai korelasi pearson
X: average variabel Indeks Keuangan Inklusif Syariah atau Index Syariah Financial Inclusion (ISFI)
Y: average variabel Human Development Index (HDI)
n : Jumlah sampel
IV. HASIL DAN ANALISIS
4.1. Keuangan inklusif Syariah
Terdapat program transisi untuk memberdayakan masyarakat miskin dengan menggunakan kredit mikro untuk pembiayaan mikro. Pada prosesnya, inklusifitas keuangan menawarkan sejumlah jasa keuangan yang lebih luas termasuk kredit, simpanan, transfer uang, dan asuransi (Robinson, 2001, Armendariz dan Murdoch, 2010). Dengan tujuan pemberdayaan masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik, konsep keuangan inklusif menjadi sangat penting untuk diimplementasikan.
Keuangan inklusif harus didukung dengan analisis empiris tentang bagaimana mengukur keuangan inklusif pada indikator ekonomi agregat. Lebih jauh lagi, hal ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat miskin pada pertumbuhan ekonomi dan akhirnya menciptakan pertumbuhan yang inklusif. Untuk menerapkannya, maka database Indonesia tentang keuangan inklusif dapat membantu mengembangkan kapasitas statistik lokal. Di samping itu, perbandingan antara indikator keuangan inklusif dan ditingkatkan antar ekonomi dan antarwaktu.
Tabel 2 menunjukkan statistik deskriptif tiga dimensi pengukuran keuangan inklusif pada 33 provinsi di Indonesia yang telah diestimasi pada tahun
114Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
Tabel 2.
Statistik Deskriptif Dimensi Keuangan inklusif (D)
Dimensi Aksesibilitas (D1)
Stat. |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
Average |
Min |
0.01 |
0.03 |
0.03 |
0.03 |
0.03 |
0.02 |
0.03 |
Max |
131.26 |
151.04 |
195.11 |
248.43 |
269.19 |
273.65 |
211.45 |
Ave. |
8.36 |
10.29 |
14.23 |
17.74 |
18.98 |
19.29 |
14.82 |
Stdev. |
22.75 |
26.34 |
34.24 |
43.13 |
46.66 |
47.46 |
36.76 |
|
|
|
Dimensi Availabilitas (D2) |
|
|
|
|
Stat. |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
Average |
Min |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Max |
0.29 |
0.32 |
0.31 |
0.31 |
0.31 |
0.3 |
0.31 |
Ave. |
0.05 |
0.05 |
0.06 |
0.06 |
0.06 |
0.05 |
0.06 |
Stdev. |
0.07 |
0.07 |
0.07 |
0.07 |
0.07 |
0.06 |
0.07 |
|
|
|
Dimensi Penggunaan (D3) |
|
|
|
|
Stat. |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
Average |
Min |
1.519379 |
2.52716 |
2.952273 |
3.773752 |
3.186194 |
2.551185 |
2.75 |
Max |
3341.919 |
4129.473 |
4748.192 |
5024.911 |
5117.371 |
5452.086 |
4635.66 |
Ave. |
360.4269 |
414.8972 |
615.2478 |
641.5791 |
579.093 |
660.0283 |
545.21 |
Stdev. |
657.326 |
827.1698 |
1058.599 |
1067.032 |
996.0246 |
1144.744 |
958.48 |
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber : Hasil Olah Data
Sebuah sistem keuangan yang inklusif harus memiliki pengguna sebanyak mungkin, oleh karena itu sistem keuangan yang inklusif harus menjangkau secara luas di antara pengguna. Proporsi dari populasi yang memiliki rekening bank merupakan sebuah ukuran untuk penetrasi perbankan. Salah satu variabel yang dapat mencerminkan ukuran ini adalah jumlah DPK di bank per 1000 penduduk dewasa. Penelitian ini menggunakan rasio nilai DPK pada perbankan syariah yang terdiri dari Bank Umum Syariah, Unit Usaha dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah terhadap 1000 penduduk. Pada tahun
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 115
Selain penetrasi perbankan, ukuran lain dalam sistem keuangan yang inklusif adalah ketersediaan jasa perbankan. Ukuran ini menggambarkan jangkauan jasa perbankan sehingga masyarakat dapat mengakses jasa keuangan di mana pun berada. Indikator dari ketersediaan jasa perbankan adalah jumlah outlet (baik itu kantor, kantor cabang, ATM, dan sebagainya). Dalam penelitian ini, ketersediaan jasa perbankan diukur dengan jumlah kantor layanan bank syariah meliputi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah per 100.000 penduduk. Pada tahun
300 |
|
|
|
|
|
2010 |
|
2011 |
|
2012 |
|
2013 |
|
|
2014 |
|
|
2015 |
|
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
250 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
200 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
150 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
100 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
50 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
MALUKU UTARA NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR PAPUA |
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
ACEH BALI BANTEN BENGKULU DI YOGYAKARTA DKI JAKARTA GORONTALO JAMBI JAWA BARAT JAWA TENGAH JAWA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN |
KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR KEP. BANGKA BELITUNG |
KEP. RIAU LAMPUNG MALUKU |
PAPUA BARAT RIAU |
SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA SULAWESI UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA |
Sumber : Hasil Olah Data
Grafik 1.
Dimensi Aksesibilitas (D1) pada 33 Provinsi di Indonesia
116Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
0,35 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2010 |
|
|
2011 |
|
|
|
|
|
2012 |
|
|
|
|
2013 |
|
2014 |
|
|
|
2015 |
|
||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
0,3 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,25 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,2 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,15 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,1 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,05 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ACEH BALI BANTEN BENGKULU DI YOGYAKARTA DKI JAKARTA GORONTALO JAMBI JAWA BARAT |
JAWA TENGAH JAWA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH |
KALIMANTAN TIMUR KEP. BANGKA BELITUNG KEP. RIAU LAMPUNG MALUKU |
MALUKU UTARA NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR PAPUA PAPUA BARAT |
RIAU SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH |
SULAWESI TENGGARA SULAWESI UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA |
|
Sumber : Hasil Olah Data
Grafik 2.
Dimensi Availabilitas (D2) pada 33 Provinsi di Indonesia
Selanjutnya, memiliki rekening di bank tidaklah cukup untuk menunjukkan sistem keuangan yang inklusif. Keberadaan jasa keuangan pun harus memiliki cukup manfaat bagi masyarakat. Manfaat bagi masyarakat dapat dalam berbagai bentuk, di anaranya berupa kredit, deposito, pembayaran, remitansi, transfer, dan
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 117
6000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2010 |
|
|
2011 |
|
|
|
|
2012 |
|
|
|
|
|
|
2013 |
|
|
|
2014 |
|
|
2015 |
|
|
||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ACEH BALI BANTEN BENGKULU DI YOGYAKARTA DKI JAKARTA GORONTALO JAMBI JAWA BARAT |
JAWA TENGAH JAWA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN |
KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR KEP. BANGKA BELITUNG KEP. RIAU LAMPUNG MALUKU MALUKU UTARA |
NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR PAPUA PAPUA BARAT |
RIAU SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA |
SULAWESI UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA |
Sumber : Hasil Olah Data
Grafik 3.
Dimensi Penggunaan (D3) pada 33 Provinsi di Indonesia
Tabel 3.
Statistik Deskriptif Indeks Keuangan inklusif Syariah (d)
Indeks Aksesibilitas (d1)
Stat. |
2010 |
2011 |
2012 |
|
2013 |
2014 |
2015 |
Min |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
|
0.000 |
0.000 |
0.000 |
Max |
1.0000 |
1.0000 |
1.0000 |
|
1.0000 |
1.0000 |
1.0000 |
Ave |
0.0636 |
0.0680 |
0.0728 |
|
0.0713 |
0.0704 |
0.0704 |
Stdev. |
0.1734 |
0.1744 |
0.1755 |
|
0.1736 |
0.1734 |
0.1735 |
|
|
Indeks Availabilitas (d2) |
|
|
|
||
Stat. |
2010 |
2011 |
2012 |
|
2013 |
2014 |
2015 |
Min |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
|
0.000 |
0.000 |
0.000 |
Max |
1.0000 |
1.0000 |
1.0000 |
|
1.0000 |
1.0000 |
1.0000 |
Ave |
0.1813 |
0.1666 |
0.1794 |
|
0.1861 |
0.1855 |
0.1781 |
Stdev. |
0.2284 |
0.2152 |
0.2180 |
|
0.2167 |
0.2157 |
0.2125 |
|
|
Indeks Penggunaan (d3) |
|
|
|
||
Stat. |
2010 |
2011 |
2012 |
|
2013 |
2014 |
2015 |
Min |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
|
0.000 |
0.000 |
0.000 |
Max |
1.0000 |
1.0000 |
1.0000 |
|
1.0000 |
1.0000 |
1.0000 |
Ave |
0.1074 |
0.0999 |
0.1290 |
|
0.1270 |
0.1126 |
0.1206 |
Stdev. |
0.1968 |
0.2004 |
0.2231 |
|
0.2125 |
0.1948 |
0.2101 |
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber : Hasil Olah Data
118Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
Dari proporsi Indeks Keuangan inklusif tiga dimensi pada Tabel 3 di atas, dimensi availabilitas memiliki nilai
Pada sebagian besar provinsi, proporsi jumlah penduduk memiliki potensi untuk mencapai aksesibilitas yang tinggi pada sistem keuangan syariah dengan tersedianya berbagai kantor layanan syariah (availibilitas), namun mereka tidak menggunakan layanan yang ada dengan baik karena adanya kendala berupa kantor cabang yang tidak dapat dijangkau karena tempat tinggal yang begitu terpencil serta kendala fisik dan psikologis. Beberapa literatur telah mengungkapkan bahwa
35 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
30 |
|
|
|
2010 |
|
|
2011 |
|
|
2012 |
|
|
2013 |
|
|
2014 |
|
|
2016 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
25 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
20 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
15 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
- |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ACEH BALI BANTEN BENGKULU DI YOGYAKARTA DKI JAKARTA GORONTALO JAMBI JAWA BARAT JAWA TENGAH |
JAWA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH |
KALIMANTAN TIMUR KEP. BANGKA BELITUNG KEP. RIAU LAMPUNG MALUKU |
MALUKU UTARA NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR PAPUA |
PAPUA BARAT RIAU SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH |
SULAWESI TENGGARA SULAWESI UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA |
|
|||||||||||||
|
|
|
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.
Perkembangan Jumlah Bank Pembiayaan Syariah di Indonesia
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 119
Dalam statistik perbankan syariah di Indonesia, kita dapat menemukan bahwa meskipun kantor layanan bank syariah di 33 provinsi Indonesia telah berdiri dan beroperasi (Lihat Grafik 4), namun jumlah DPK yang mencerminkan kepemilikan rekening baik tabungan maupun deposito masyarakat pada perbankan syariah masih belum merata di seluruh Indonesia. Grafik 5 menunjukkan bahwa pada banyak provinsi di kawasan timur Indonesia penggunaan jasa perbankan syariah dari nilai DPK masih relatif jauh lebih rendah daripada provinsi yang berada pada kawasan Barat Indonesia.
Seperti yang diindikasikan oleh nilai dimensi aksesibilitas yang rendah, availibilitas yang tinggi cenderung tidak dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat untuk menggunakan jasa keuangan formal sebagai sumber utama pembiayaan. Masyarakat lebih cenderung menggunakan jasa keuangan informal daripada fasilitas perbankan formal. Peran yang dominan institusi keuangan
1.400.000
2010 |
|
2011 |
|
2012 |
|
2013 |
|
2014 |
|
2015 |
|
|
|
|
|
1.200.000
1.000.000
800.000
600.000
400.000
200.000
SUMATERA UTARA
SUMATERA SELATAN
SUMATERA BARAT
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGGARA
SULAWESI TENGAH
SULAWESI SELATAN
SULAWESI BARAT
RIAU
PAPUA BARAT
PAPUA
NUSA TENGGARA TIMUR
NUSA TENGGARA BARAT
MALUKU UTARA
MALUKU
LAMPUNG
KEP. RIAU
KEP. BANGKA BELITUNG
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN BARAT
JAWA TIMUR
JAWA TENGAH
JAWA BARAT
JAMBI
GORONTALO
DKI JAKARTA
DI YOGYAKARTA
BENGKULU
BANTEN
BALI
ACEH
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.
Jumlah DPK Perbankan Syariah
Selanjutnya, pada analisis ISFI Syariah pada 33 provinsi di Indonesia, hasilnya menunjukkan bahwa Provinsi Kep. Bangka Belitung dikategorikan sebagai provinsi dengan IFI yang tinggi (hijau) dengan nilai average ISFI selama periode
120Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
2010, provinsi ini mencatat nilia ISFI yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,726. Provinsi dengan nilai IFI medium (kuning) adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu dan Aceh. Sedangkan
Sebagaimana ditunjukkan oleh total
.8000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
2010 |
|
|
|
|
|
|
2011 |
|
|
|
|
|
2012 |
|
|
|
|
|
|
|
2013 |
|
|
|
|
|
|
2014 |
|
|
2015 |
|||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
.6000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
.4000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
.2000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
.000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
KEP. BANGKA BELITUNG DI YOGYAKARTA BENGKULU ACEH SUMATERA BARAT BANTEN NUSA TENGGARA BARAT LAMPUNG JAWA BARAT |
JAWA TIMUR KEP. RIAU SULAWESI SELATAN JAWA TENGAH |
KALIMANTAN TENGAH SUMATERA UTARA PAPUA BARAT RIAU PAPUA |
KALIMANTAN SELATAN MALUKU UTARA BALI KALIMANTAN TIMUR DKI JAKARTA MALUKU |
SUMATERA SELATAN KALIMANTAN BARAT GORONTALO |
JAMBI SULAWESI BARAT SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA SULAWESI UTARA NUSA TENGGARA TIMUR |
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 6.
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 121
Tabel 4.
ISFI pada 33 Provinsi di Indonesia
Provinsi |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
Average |
KEP. BANGKA BELITUNG |
0.726 |
0.699 |
0.697 |
0.697 |
0.697 |
0.696 |
0.702 |
DI YOGYAKARTA |
0.529 |
0.541 |
0.559 |
0.546 |
0.559 |
0.562 |
0.549 |
BENGKULU |
0.349 |
0.353 |
0.400 |
0.341 |
0.306 |
0.281 |
0.339 |
ACEH |
0.379 |
0.325 |
0.315 |
0.310 |
0.315 |
0.317 |
0.327 |
SUMATERA BARAT |
0.271 |
0.273 |
0.269 |
0.254 |
0.250 |
0.244 |
0.260 |
BANTEN |
0.218 |
0.207 |
0.196 |
0.196 |
0.206 |
0.191 |
0.202 |
NUSA TENGGARA BARAT |
0.163 |
0.176 |
0.180 |
0.177 |
0.190 |
0.174 |
0.177 |
LAMPUNG |
0.126 |
0.152 |
0.173 |
0.195 |
0.196 |
0.213 |
0.176 |
JAWA BARAT |
0.177 |
0.165 |
0.174 |
0.185 |
0.174 |
0.170 |
0.174 |
JAWA TIMUR |
0.152 |
0.143 |
0.148 |
0.154 |
0.158 |
0.150 |
0.151 |
KEP. RIAU |
0.107 |
0.099 |
0.163 |
0.213 |
0.170 |
0.098 |
0.142 |
SULAWESI SELATAN |
0.166 |
0.121 |
0.121 |
0.145 |
0.154 |
0.141 |
0.141 |
JAWA TENGAH |
0.122 |
0.091 |
0.136 |
0.141 |
0.143 |
0.143 |
0.129 |
KALIMANTAN TENGAH |
0.018 |
0.000 |
0.256 |
0.060 |
0.062 |
0.283 |
0.113 |
SUMATERA UTARA |
0.110 |
0.122 |
0.099 |
0.095 |
0.095 |
0.094 |
0.103 |
PAPUA BARAT |
0.000 |
0.000 |
0.168 |
0.169 |
0.167 |
0.000 |
0.084 |
RIAU |
0.117 |
0.113 |
0.062 |
0.052 |
0.061 |
0.084 |
0.082 |
PAPUA |
0.075 |
0.049 |
0.046 |
0.048 |
0.077 |
0.048 |
0.057 |
KALIMANTAN SELATAN |
0.046 |
0.040 |
0.056 |
0.053 |
0.050 |
0.049 |
0.049 |
MALUKU UTARA |
0.001 |
0.001 |
0.043 |
0.041 |
0.049 |
0.155 |
0.048 |
KALIMANTAN TIMUR |
0.054 |
0.043 |
0.041 |
0.040 |
0.046 |
0.046 |
0.045 |
BALI |
0.049 |
0.043 |
0.042 |
0.039 |
0.037 |
0.038 |
0.041 |
DKI JAKARTA |
0.044 |
0.042 |
0.042 |
0.042 |
0.043 |
0.030 |
0.040 |
MALUKU |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
0.240 |
0.000 |
0.000 |
0.040 |
SUMATERA SELATAN |
0.024 |
0.022 |
0.021 |
0.021 |
0.021 |
0.021 |
0.022 |
KALIMANTAN BARAT |
0.001 |
0.001 |
0.002 |
0.002 |
0.002 |
0.002 |
0.002 |
GORONTALO |
0.002 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
JAMBI |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
SULAWESI BARAT |
0.000 |
0.000 |
0.001 |
0.005 |
0.000 |
0.000 |
0.001 |
SULAWESI TENGAH |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
SULAWESI TENGGARA |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
0.001 |
SULAWESI UTARA |
0.000 |
0.000 |
0.001 |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
NUSA TENGGARA TIMUR |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
0.000 |
Average Total |
0.122 |
0.116 |
0.134 |
0.135 |
0.128 |
0.128 |
0.127 |
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber : Hasil Olah Data
122Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
4.2.Keuangan Inklusif dan Tingkat Kesejahteraan
Dalam mengukur hubungan antara indeks keuangan inklusif dan kesejahteaan masyarakat yang diukur dari nilai Human Development Index, penelitian ini mengestimasi hubungan tersebut dengan pearson correlation.
Tabel 5.
Hasil Estimasi Korelasi ISFI dan HDI
Descriptive Statistics
|
Mean |
|
Std. Deviation |
|
|
N |
|||
ISFI |
|
|
0.159627 |
|
|
33 |
|||
|
0.127395 |
|
|
|
|||||
HDI |
|
67.093788 |
|
4.2983207 |
|
|
33 |
||
|
|
|
|
Correlations |
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ISFI |
|
|
HDI |
|
ISFI |
|
Pearson Correlation |
|
|
|
1 |
|
.288 |
|
|
|
|
|
|
|||||
|
|
Sig. |
|
|
|
|
|
.052 |
|
|
|
N |
|
|
|
33 |
|
33 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
HDI |
|
Pearson Correlation |
|
|
|
.288 |
|
1 |
|
|
|
Sig. |
|
|
|
.052 |
|
|
|
|
|
N |
|
|
|
33 |
|
33 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Correlation is significant at the 0.1 level
Sumber : Hasil Olah Data
Hasil estimasi menunjukkan bahwa para periode
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 123
ISFI
.8000
Kep. Bangka Belitung
.6000
DI Yogyakarta
.4000
Aceh
BengkuluSumatra Barat
.2000 |
Nusa Tanggerang Barat Lampung |
Banten |
|
|
|
|||
|
|
|
Jawa Timur |
Sulawesi Selatan Kep. Riau |
|
|||
|
|
Papua Barat |
|
|||||
|
|
Sumatra Utara |
|
|
|
|
||
|
Papua |
|
|
Riau |
Kalimantan Timur |
DKI Jakarta |
||
|
Maluku Utara Sulawesi Tengah |
|||||||
.000 |
|
|
|
|
|
|||
Nusa Tanggerang Timur |
Gorontalo |
Sumatra Utara |
|
|||||
|
55.0000 |
|
60.0000 |
65.0000 |
70.0000 |
75.0000 |
80.0000 |
|
|
|
|
|
HDI |
|
|
|
Sumber : Hasil Olah Data
Grafik 7. Scatter Plot nilai ISFI dan HDI
pada 33 Provinsi di Indonesia
Berdasarkan Scatter Plot di atas, penelitian ini mematok titik pada nilai ISFI dan HDI pada
V. KESIMPULAN
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia masuk dalam kategori ISFI rendah selama periode penelitian. Secara umum, keuangan inklusif syariah di Indonesia utamanya ditentukan oleh dimensi availabilitas dan pengunaan. Sementara dimensi availabilitas hanya memiliki proporsi yang relatif kecil dibanding keduanya. Temuan ini bermakna bahwa kelompok masyarakat tidak sepenuhnya menggunakan jasa keuangan formal, khususnya, sebagai sumber keuangan dan pembiayaan utama. Sehingga, pengambil kebijakan perlu untuk meningkatkan availabilitas keuangan syariah dengan menambah dan memperluas layanan perbankan syariah di Indonesia khususnya pada kawasan timur Indonesia. Selain itu, dari hasil analisis kuantitatif, penelitian ini juga menemukan bahwa Index of Syariah Financial Inclusion (ISFI) dan Human Development Index (HDI) memiliki hubungan yang positif dan signifikan satu sama lain. Umumnya, provinsi dengan HDI yang tinggi dan medium dapat dianalogikan relatif memiliki keuangan inklusif yang tinggi pula. Sama halnya dengan provinsi yang memiliki IFI yang rendah juga memiliki HDI yang relatif rendah seperti Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara dan lainnya.
124Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
Dalam mengukur inklusifitas keuangan syariah pada dimensi pengukuran availabilitas, penelitian ini hanya menggunakan data jumlah Bank Pembiayaan Syariah pada 33 provinsi di Indonesia mengingat keterbatasan data yang dapat diperoleh. Pada penelitian berikutnya, disarankan untuk menggunakan data perbankan yang lebih lengkap yang meliputi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah serta lingkup keuangan syaraiah yang lebih luas diluar perbankan seperti obligasi syariah, saham syariah dan lainnya. Penelitian berikutnya juga disarankan untuk memperhitungkan indikator pengukuran atau parameter lainnya seperti affordability, timeliness dan quality of banking services serta new technological advances in banking sector seperti mobile banking dan internet banking. Selain itu, penelitian ini juga belum mengukur determinan pembentukan indeks keuangan inklusif syariah di Indonesia sehingga penting untuk menjadi agenda penelitian berikutnya.
Index of Syariah Financial Inclusion in Indonesia 125
DAFTAR PUSTAKA
Allen et al. 2012. The Foundations of Financial Inclusion: Understanding Ownership and Use of Formal Accounts. Policy Research Working paper 6290, Development Research Group, Finance and Private Sector Development Team, World Bank.
Armendariz, B. and J. Morduch. (2010). The Economics of Microfinance. 2nd Edition. London: The MIT Press.
Asian Development Bank (ADB). (2011). Key Indicators for Asia and the Pasific 2011: Framework for Inclusive Growth Indicators, Special Supplement. Manila: ADB.
Bank Indonesia. (2014). Booklet Financial Inclusion. Jakarta: Bank Indonesia
Beck et al. (2007). Finance, Inequality and the Poor. Journal of Economic Growth. 12,
Gupta, Anurag, et al. (2014). Financial Inclusion and Human Development: A
Honohan, P. (2008)
Leyshon, A., & Thrift, N. (1995). Geographies of Financial Exclusion: Financial Abandonment in Britain and the United States. JSTOR, New Series, Vol. 20, No. 3 ,
Purba, Marlina Fransiska. (2016). Analisis Keterkaitan Indeks Inklusi Keuangan Terhadap Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Jawa Tengah
Rangarajan Committee. (2008). Report of the Committee on Financial Inclusion. Government of India.
Reyes, G. P. (2010). Financial Inclusion Indicators for Developing Countries: The Peruvian Case. Peru: Superintendency of Banking.
Robinson, M.S. (2001). The Microfinance Revolution: Sustainable Finance for the Poor. Washington: The World Bank.
126Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 20, Nomor 1, Juli 2017
Sanjaya, I Made dan Nursechafia. (2016). Keuangan inklusif dan Pertumbuhan Inklusif: Analisis Antar Provinsi di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 18, Nomor 3, Januari 2016
Sarma, M. (2008). Index of Financial Inclusion. ICRIER Working Paper, 215.
Sarma, M., and J. Pais. (2008). Financial Inclusion and Development: A Cross Country Analysis. Paper Presented at the Conference on Equality, Inclusion and Human Development organized by HDCA and IHD, New Delhi.
Sarma, M. (2012). Index of Financial Inclusion – A measure of financial sector inclusiveness. Berlin Working Papers on Money, Finance, Trade and Development, No.7,
Ummah, Bintan Badriatul. (2013). Analisis Keterkaitan Keuangan inklusif dengan Pembangunan di Asia. Skripsi : Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Van der Werff et al. (2012). A
World Bank. (2014). Financial Inclusion Data/Global Findex. http://datatopics.worldbank.org/ financialinclusion/country/indonesia