PENGARUH FINANSIALISASI TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN DI ASEAN:

ANALISIS DATA PANEL

Pihri Buhaerah1

Abstract

This paper examines the impact of financialization on income inequality in ASEAN-5 countries for the period of 1990-2013 by employing panel data analysis. The data was collected from various secondary sources by undertaking fixed effect model and generalized method moment. The result shows that there is a significant relationship between all financialization indicators and income distribution. Generalized method moment analysis using Arellano-Bond estimator also shows that all financialization indicators have a significant relationship with income distribution. There is no different sign estimator both in fixed model effect and generalized method moment analysis. This paper revealed that financialization indicators such as stock market capitalization and return on assets contribute positively to worsen income inequlality. In contrast, domestic private debt securities have a negative effect on gini coefficient in ASEAN-5 countries indicating that increasing domestic private debt securities will improve income distribution in the region.

Keywords: Financialization, inequality, fixed effect model, generalized method moment

JEL Classification: C23, D31

1Author is Researcher Associate at Jakarta Institute for Financial Policy (JIFP), and Economist at the Indonesian National Commission on Human Rights (Komnas HAM) ; (pihri.buhaerah@gmail.com)

336Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 3, Januari 2017

I. PENDAHULUAN

Isu kesenjangan ekonomi baik antar kawasan dan negara maupun antar kelompok pendapatan dalam dalam satu negara tengah menjadi sorotan tajam dalam dua dekade terkahir. Terlebih lagi, saat ini situasi perekonomian global kian berisiko dan tidak pasti. Dalam batas dan konteks tertentu, beberapa pihak meyakini, ketimpangan bisa mendongkrak kinerja pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun, di sisi yang lain, ketimpangan justru cenderung berevolusi menjadi mesin yang merusak proses akumulasi modal fisik, pembangunan sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Bahkan, dalam beberapa kasus, ketimpangan terbukti telah memicu ketidakstabilan politik di mana ujungnya malah berdampak pada volatilitas ekonomi yang menyebabkan situasi perekonomian kian sulit diprediksi dari waktu ke waktu.

Sehubungan dengan hal itu, Laporan PBB Tahun 2013 mengungkapkan bahwa tingkat ketimpangan secara global masih tergolong tinggi. Alasannya, pada 2010, negara-negara berpendapatan tinggi ditaksir menikmati pendapatan 55 persen dari total pendapatan global. Padahal, negara-negara tersebut hanya didiami 16 persen dari total populasi dunia. Ironisnya, negara-negara berpendapatan rendah yang dihuni sekitar 72 persen dari populasi global justru hanya menikmati 1 persen dari keseluruhan pendapatan global. Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa nilai koefisien gini internasional sebagai refleksi ketimpangan internasional pada 2010 relatif tetap lebih tinggi dibandingkan nilai koefisien gini pada 1980.

Lebih lanjut, tingkat kesenjangan ekonomi antar kawasan menurut laporan UNDP Tahun

2013 yang bertajuk “Humanity Divided: Confronting Inequality in Developing Countries”, menyebutkan bahwa hampir seluruh kawasan mengalami peningkatan nilai koefisien gini terkecuali Kawasan Amerika Latin, Karibia, dan Afrika. Afrika menjadi kawasan yang mengalami penurunan tingkat ketimpangan yang paling tinggi yakni sebesar 7 persen, diikuti Kawasan Amerika Latin (Argentina, Brazil, dan Meksiko) dan Karibia (5 persen). Sementara itu, negara- negara di Zona Eropa dan Kelompok Negara Persemakmuran menjadi wilayah dengan penigkatan koefisien gini yang paling tinggi (35 persen) dibandingkan kawasan lainnya, diikuti Kawasan Asia dan Pasifik (13 persen). Menariknya, laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan rumah tangga di negara-negara berpendapatan tinggi justru terindikasi lebih rendah (9 persen) ketimbang negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (11 persen).

Selain itu, penelitian yang mengupas tentang ketimpangan pendapatan dua dekade terakhir juga sudah tak terhitung banyaknnya. Sejumlah kajian yang seringkali dirujuk oleh para akademisi dan praktisi pembangunan sejauh ini masih terpusat pada relasi antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan (Dollar & Kraay (2002), Benhabib (2003), Adam (2003), Barro (2008), Berg & Ostry (2011), Dollar, Kleineber, & Kraay (2013), Kraay, Dollar, & Kleineberg (2014)). Dalam hal ini, perdebatan relasi antara keduanya terpolarisasi ke dalam dua kutub. Kutub pertama, relasi dari pertumbuhan menuju ketimpangan yang mengikuti hipotesis yang dibangun oleh

Pengaruh Finansialisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Asean: Analisis Data Panel 337

Kuznets. Kutub kedua, pengaruh ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai anti tesis dari hipotesis yang dibangun oleh Kuznets.

Dari sejumlah kajian yang mengupas tentang ketimpangan ekonomi sejauh ini secara umum menyebutkan bahwa faktor-faktor penyebab kesenjangan ekonomi dapat dikelompokkan ke dalam dua hal, yakni faktor eksogen (dari luar negeri) dan faktor endogen (dari dalam negeri). Faktor eksogen yang memacu kesenjangan ekonomi meliputi globalisasi perdagangan, keuangan, dan perubahan teknologi (UNDP, 2013). Adapun faktor domestik (endogen) yang berkontribusi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan adalah kebijakan ekonomi makro, kebijakan pasar tenaga kerja, ketimpangan kekayaan, kebijakan perpajakan dan transfer, dan belanja pemerintah.

Sementara itu, sejumlah kajian juga mencoba mengupas pertautan pembangunan keuangan dengan ketimpangan pendapatan (Clarke et.al (2003), Beck et.al (2004), Claessens

&Perotti (2005), Canavire-Bacarreza & Rioja (2008), Demirguct-Kunt & Levine (2009), Kappel (2010), Jauch & Watzka (2012), dan Park & Shin (2015)). Sayangnya, studi yang secara empiris mengkaji pengaruh finansialisasi terhadap kesenjangan pendapatan masih belum banyak dilakukan. Belum tersedianya data yang memadai baik dalam bentuk lintas negara maupun deret waktu menjadi salah satu faktor penyebab masih kurangnya kajian yang terkait dengan isu finansialisasi dan ketimpangan pendapatan.

Meski sedikit lebih kompleks, beberapa penelitian mencoba memulai membedah isu ini secara lebih sistematis dan mendalam. Sebagai contoh, hasil kajian Hou Lin dan Tomaskovic- Devey (2013) menunjukkan bahwa kenaikan ketergantungan terhadap pendapatan keuangan (financial income), dalam jangka panjang, menyebabkan penurunan porsi buruh atas pendapatan, peningkatan bagian eksekutif puncak atas kompensasi, dan pendapatan antar pekerja melebar di Amerika Serikat (AS). Dengan menggunakan data deret waktu mulai 1970 sampai 2008, Lin dan Tomaskovic-Devey (2013) menemukan bahwa finansialisi menyebabkan porsi buruh atas pendapatan menurun lebih dari setengahnya, kenaikan pertumbuhan kompensasi ekstekutif sebesar 9,6 %, dan peningkatan pertumbuhan perbedaan pendapatan antar pekerja sebesar 10,2 %.

Hal senada juga ditemukan dalam studi yang dilakukan oleh Kus (2012) tentang finansialisasi dan ketimpangan pendapatan di negara-negara OECD. Dengan menggunakan data 1995-2007 dari 20 negara OECD, hasil temuan Kus (2012) mengindikasikan bahwa finansialisasi terbukti berkontribusi secara positif terhadap kenaikan ketimpangan pendapatan. Kus (2012) juga menemukan bahwa pada negara yang memilki serikat buruh yang lemah, efek finansialisasi cenderung lebih kuat dalam meningkatkan kesenjangan pendapatan ketimbang negara dengan serikat buruh yang lebih kuat. Hasil penelitian yang lebih terkini seperti Dunhaup (2014) juga mengkonfirmasi temuan ketiga hasil kajian sebelumnya yakni finansialisasi memainkan peran yang penting dalam meningkatkan ketimpangan di negara-negara maju.

338Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 3, Januari 2017

Sayangnya, kesemua hasil penelitian tersebut pada umumnya hanya mengambil sampel dari negara-negara maju di Kawasan Eropa dan Amerika. Padahal, negara-negara lain seperti negara-negara di Kawasan ASEAN juga menarik untuk dikaji karena isu ini bukan hanya persoalan negara-negara maju. Kawasan ASEAN sendiri dianggap sebagai salah satu kawasan pertumbuhan yang relatif stabil dan dinamis dibanding Kawasan Amerika Latin, termasuk dalam hal pembangunan sektor keuangan di mana menunjukkan kinerja pertumbuhan yang cukup signifikan. Sayangnya, kawasan ini juga menyimpan potensi instabilitas politik dan sosial yang tinggi karena kesenjangan yang kian menganga dari tahun ke tahun.

Terkait hal itu, nilai koefisien gini negara-negara ASEAN seperti Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filipina terindikasi cukup bervariasi. Studi yang dilakukan oleh Bock (2014) menemukan bahwa Brunei, Malaysia, dan Singapura cenderung memiliki koefisien gini yang lebih tinggi dibanding negara ASEAN lainnya. Nilai koefisien gini ketiga negara tersebut telah menembus batas psikologis (0.40) karena telah mencapai angka 0.45. Adapun tren ketimpangan di Thailand, Indonesia, dan Filipina memiliki pola yang sedikit berbeda (Bock, 2014). Pada awalnya, Thailand dan Filipina memang identik dengan tingkat distribusi pendapatan yang tinggi karena nilai koefisien gininya mencapai 0.45. Namun, beberapa tahun terakhir, kedua negara tersebut berhasil menurunkan nilai koefisien gininya. Sebaliknya, Indonesia awalnya memiliki nilai koefisien gini yang tergolong rendah. Namun, nilai koefisien gini Indonesia belakangan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Karena ASEAN-5 identik dengan masalah ketimpangan yang tinggi dalam proses pertumbuhan ekonominya, maka analisis tentang faktor-faktor kunci yang memacu ketimpangan pendapatan di kawasan ini menjadi penting untuk dikaji. Berbeda dengan kajian- kajian ketimpangan sebelumnya yang lebih difokuskan pada hubungan antara instrumen kebijakan sosial dan fiskal terhadap ketimpangan, kajian ini lebih diarahkan pada relasi antara instrumen kebijakan keuangan dan distribusi pendapatan. Menariknya lagi, kajian ini juga akan mengupas secara khusus mekanisme transmisi dan dampak aktivitas finansialisasi korporasi terhadap distribusi pendapatan di Kawasan ASEAN khususnya di Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filipina yang biasanya dikenal sebagai negara ASEAN-5.

Bagian kedua dari paper ini mengulas kerangka konseptual yang digunakan untuk membedah peran finansialisasi terhadap distribusi pendapatan. Bagian ketiga menguraikan model ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasi kaitan finansialisasi dengan ketimpangan. Bagian kelima menampilkan hasil temuan beserta pembahasan. Bagian terakhir akan menyarikan poin-poin kunci dalam penelitian beserta implikasi kebijakan dari penelitian ini.

II. TEORI

Finansialisasi dalam arti luas didefinisikan sebagai peningkatan peran industri keuangan dalam kegiatan perekonomian,yang meliputi pengendalian keuangan dalam pengelolaan perusahaan, aset keuangan terhadap total aset, surat berharga yang diperdagangkan dan khususnya ekuitas

Pengaruh Finansialisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Asean: Analisis Data Panel 339

terhadap total aset keuangan, pasar saham sebagai pasar untuk kontrol perusahaan dalam menentukan strategi perusahaan, dan fluktuasi di pasar saham sebagai penentu siklus bisnis (Dore, 2000 dikutip Falkowski, 2011).

Finansialisasi lebih popular dipahami sebagai meningkatnya pola akumulasi keuntungan yang diperoleh terutama melalui saluran keuangan daripada melalui perdagangan dan produksi komoditas (Krippner, 2005; Arrighi, 2009). Finansialisasi juga didefinisikan sebagai dua proses yang saling terkait (Hou Lin & Tomaskovic-Devey, 2013). Proses pertama, melalui peningkatan dominasi sektor keuangan dan juga kontrol sektor tersebut dalam perekonomian. Proses kedua, melalui peningkatan partisipasi industri non-keuangan dalam jasa keuangan dan pasar investasi. Artinya, finansialisasi merujuk pada peningkatan peran dan dominasi industri keuangan termasuk pasar keuangan dan instituasi keuangan dalam menjalankan roda perekonomian (Davis & Kim, 2015).

Meski beragam, secara sederhana, istilah finansialisasi menjadi popular untuk menandai adanya pergeseran perubahan peran dan ketergantungan antara sektor keuangan dan sektor riil dalam perekonomian. Untuk memudahkan, definisi finansialisasi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada definisi finansialiasi yang dibangun oleh Epstein. Epstein (2005) mendefinisikan finansialisasi sebagai berikut.

“Financialization means the increasing role of financial motives, financial markets, financial actors and financial institutions in the operation of the domestic and international economies.”

Dalam perspektif Epstein (2005), finansialisasi dipersepsikan sebagai peningkatan peran motif keuangan, pasar keuangan, dan aktor serta institusi keuangan dalam aktivitas perekonomian domestik dan internasional. Dengan demikian, secara umum, finansialisasi dapat dipahami dan diasosiasikan sebagai peningkatan peran sektor keuangan ketimbang sektor riil dalam perekonomian baik dalam level perekonomian domestik maupun dalam tataran perekonomian global.

Menurut Palley (2009), saluran finansialisasi dapat dibagi ke dalam tiga saluran utama yakni melalui perilaku pasar keuangan, perilaku korporasi non-keuangan, dan perubahan struktur pasar dan regulasi. Saluran pertama melalui perubahan dalam pasar keuangan yang memberikan dampak terhadap perekonomian secara makro yang mencakup perubahan dalam nilai ekuitas, peningkatan akses terhadap utang, kredit, dan lain-lain. Saluran kedua melalui perubahan perilaku korporasi non-keuangan yang mencakup perubahan kebijakan keuangan korporasi terkait pembayaran kepada para pemegang saham dan perubahan dalam leverage perusahaan dan perilaku pembiayaan. Saluran ketiga melalui perubahan kebijakan ekonomi untuk kepentingan sektor keuangan yang meliputi deregulasi pasar keuangan dan tenaga kerja serta globalisasi. Perubahan kebijakan ekonomi tersebut pada gilirannya mempengaruhi parameter struktur yang penting seperti pembagian keuntungan dan komposisi gaji.

340Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 3, Januari 2017

Finansialisasi

Perilaku pasar

 

Perilaku korporasi

 

Perubahan struktur

keuangan

 

nonkeuangan

 

pasar dan regulasi

 

 

 

 

 

Pengaruh finansialisasi terhadap distribusi pendapatan dirangkum dan dikelompokkan oleh Stockhammer (2010) menjadi tiga saluran. Saluran pertama, adanya peningkatan pendapatan dari aktivitas ekonomi rente. Saluran kedua, adanya kenaikan pendapatan dalam sektor keuangan, yang biasanya berbentuk bonus, menyebabkan jurang distribusi pendapatan menjadi melebar. Saluran ketiga, finansialisasi telah menggeser perimbangan kekuatan antara pemodal dan pekerja dalam berbagai cara mulai dari perubahan dalam pengaturan korporasi hingga peningkatan kesempatan yang dibuka ke perusahaan-perusahan akibat globalisasi keuangan.

Hal senada juga dikemukakan oleh Hou Lin dan Tomaskovic-Devey (2013). Hasil studi mereka menunjukkan bahwa proses ketimpangan pendapatan melalui finansialisasi perekonomian dapat dilihat dari tiga hal. Pertama, meningkatnya ketergantungan pendapatan dari sektor keuangan melalui penurunan porsi kontribusi buruh dalam sektor inti seperti manufaktur, transportasi, dan konstruksi terhadap pendapatan nasional. Kedua, meningkatnya ketergantungan pendapatan dari sektor keuangan melalui peningkatan yang signifikan dalam pemberian kompensasi eksekutif puncak.Terakhir, meningkatnya ketergantungan pendapatan dari sektor keuangan melalui peningkatan kesenjangan pendapatan diantara pekerja seperti ketimpangan pendapatan antara pekerja di divisi manajerial dan keuangan dibandingkan dengan pekerja produksi dan penjualan.

Sementara itu, Kus (2012) membagi efek finansialisasi terhadap ketimpangan pendapatan ke dalam empat saluran. Saluran pertama, perkembangan industri keuangan dalam beberapa dekade terakhir dibiayai oleh pengorbanan sektor riil yang produktif. Artinya, telah terjadi penurunan tingkat profitabilitas sektor non-keuangan yang mengakibatkan penurunan upah bersih kelas menengah dan pekerja kerah biru yang bekerja di sektor industri produktif. Saluran kedua, adanya perpindahan sumber utama pencetak laba dari sektor riil ke sektor keuangan telah melemahkan pengaruh kebijakan dan lembaga tertentu dalam mengurangi ketimpangan

Pengaruh Finansialisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Asean: Analisis Data Panel 341

ekonomi seperti undang-undang serikat pekerja dan upah minimum.Saluran ketiga, adanya ketergantungan yang tinggi perusahaan non-keuangan terhadap sektor keuangan menyebabkan pengaturan perusahan lebih ditujukan untuk melayani kepentingan pemilik modal dan manajer perusahaan yang cenderung berorientasi pada pencarian keuntungan jangka pendek. Implikasinya, ongkos pengeluaran untuk pekerja akan dipotong sementara pada saat yang sama eksekutif puncak diganjar dengan bonus yang tinggi.

Saluran terakhir, pasar saham mendorong terjadinya konsentrasi pendapatan pada kelompok masyarakat yang berpendapatan tinggi terutama ketika pasar saham mengalami masa keemasan. Kelompok tersebut memiliki kemapauan keuangan untuk berinvestasi secara besar-besaran pada periode awal masa keemasan pasar saham. Sementara itu, kelompok masyarakat berpendapatan lebih rendah baru bisa memasuki pasar saham belakangan ketika periode keeamasan sudah berlangsung cukup lama yang mengakibatkan mereka menderita kerugian. Hal ini terkonfirmasi dari naiknya proporsi pendapatan dari investasi, properti, dan modal dalam beberapa dekade terakhir. Ironisnya, sebagain besar pendapatan itu terindikasi justru hanya dikenakan dikenakan pajak di bawah tarif pajak yang seharusnya dibayarkan sebagaimana yang dikenakan pada sumber-sumber pendapatan lainnya.

III. METODOLOGI

3.1. Pemilihan Variabel dan Sumber Data

Untuk mengukur pengaruh finansialisasi terhadap distribusi pendapatan, studi ini menggunakan data panel dengan periode tahunan dari 1999 sampai 2013. Adapun indikator yang digunakan dalam studi ini adalah indikator pembangunan keuangan dan indikator distribusi pendapatan. Indikator distribusi pendapatan yang digunakan dalam studi ini adalah koefisien gini. Data koefisien gini didapat dari beberapa sumber antara lain ILO Global Wage Database, UN World Income Inequality Database (WIID), World Development Indicators (WDI) Bank Dunia, Global Financial Development Database (GFDD), Singapore Department of Statistics,National Statistical Office of Thailand, Philippine Statistics Authority, Economic Planning Unit of Malaysia, dan Badan Pusat Statistik Indonesia.

Adapun variabel, definisi, satuan, dan sumber data yang digunakan dalam studi ini ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini.

342Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 3, Januari 2017

Tabel 1.

Jenis dan Sumber Data

Variabel

Definisi

Satuan

Satuan

 

 

 

 

GINI

Gini coefficient

%

WDI, WIID, ILO, Singapore Department of

 

 

 

Statistics, National Statistical Office of Thailand,

 

 

 

Philippine Statistics Authority, Economic Planning

 

 

 

Unit of Malaysia, dan Badan Pusat Statistik

 

 

 

Indonesia

 

 

 

 

ROA

Bank return on assets

%

GFDD 2016

 

before tax

 

 

 

 

 

 

SMC

Stock market capitalization

% of GDP

GFDD 2016

 

 

 

 

DPDS

Outstanding domestic

% of GDP

GFDD 2016

 

private debt securities

 

 

 

 

 

 

UNEM

Unemployment rate

% of total labor force

WDI 2016

 

 

 

 

EMPA

Employment in Agriculture

% of total employment

WDI 2016

 

 

 

 

VEM

Vulnerable Employment

% of total employment

WDI 2016

 

 

 

 

 

 

 

 

3.2. Model Ekonometrika

Menurut Afsar et.al (2014), proses dan hasil finansialisasi dapat diukur dengan menggunakan tiga indikator yakni rasio nilai kapitalisasi pasar terhadap PDB, tingkat profitabilitas bank yang dinyatakan sebagai pendapatan bank sebelum pajak, dan nilai efek dari aset perbankan. Sementara itu, Kus (2012) menggunakan variabel nilai keseluruhan saham yang diperdagangkan, tingkat profitabilitas bank sebelum pajak, dan sekuritisasi atas aset perbankan untuk mengukur proses finansialisasi dalam perekonomian.

Selanjutnya, karena pertimbangan ketersediaan data antar negara di kawasan ASEAN, maka variabel yang digunakan dalam studi mengalami perubahan sedikit. Sebagai gambaran, variabel yang dianggap bisa mewakili proses finansialisasi antara lain bank return on assets before tax (ROA), stock market capitalization to gdp (SMC), dan outstanding domestic private debt securities (DPDS). Selain keempat variabel tersebut, studi ini juga menggunakan tiga variabel tambahan yakni unemployment rate, employment in agriculture, dan vulnerable employment.

Lebih lanjut, guna menganalisis pengaruh finansialisasi terhadap distribusi pendapatan, studi ini menggunakan variabel koefisien gini (GINI) sebagai variabel dependen dan sejumlah indikator pembangunan di sektor keuangan seperti ROA, SMC, DPDS, dan beberapa variabel kontrol (VC) sebagai variabel independen. Model ekonometrika dasar yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur pengaruh finansialisasi terhadap distribusi pendapatan sebagai berikut:

Pengaruh Finansialisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Asean: Analisis Data Panel 343

LogGiniit=β1i+β2LogGini2it-1+β3ROA3it+β4LogSMC4it+β5Log DPDS5it+β6LogVC7it+εit

Model di atas diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh Kus (2012) dan Afsar et.al (2014) dan diestimasi dengan menggunakan analisis data panel. Kesemua variabel yang digunakan terkecuali ROA diestimasi dalam bentuk log linear untuk mendapatkan gambaran elastisitas. Adapun ringkasan statistik untuk variabel-variabel yang digunakan dalam model di atas ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2.

Ringkasan Statistik

Variabel

Obs

Mean

Std.Dev

Min

Max

 

 

 

 

 

 

LGINI

77

3,724035

0,1315671

3,427515

3,88609

ROA

95

0,7568719

2,97577

-16,44494

3,55372

LSMC

130

4,151707

0,939095

0,1909509

5,581855

LDPDS

111

1,80002

1,906348

-3,479916

4,173406

LUNEM

120

1,329995

0,7050554

-0,356675

2,476538

LEMPA

119

2,933082

1,535888

-1,609438

4,198705

LVEM

100

3,436741

0,7306146

2,104134

4,268298

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Teknik estimasi yang digunakan adalah analisis data panel yang memberikan kemudahan dan fleksibilitas dalam melakukan pemodelan antar waktu dan antar individu secara bersamaan. Implikasinya, hasil estimasi akan lebih akurat karena data panel secara struktur lebih mendekati realita dibandingkan data runtun waktu atau data silang saja. Selain itu, secara teoretis, dengan jumlah observasi yang semakin banyak (N) sehingga memperbesar derajat kebebasan dan menurunkan kemungkinan adanya kolinearitas antar variabel bebas (Greene, 2005; serta Hsio, 2003 dan Klevmarken, 1989 dalam Baltagi, 2005).

Tergantung pada struktur matriks kovarian dan sifat variabel yang ada dalam model, kita harus memilih model terbaik diantara pilihan Pool Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Langkah selanjutnya adalah kembali model tersebut untuk kemungkinan satu atau beberapa variabel independen yang tidak betul-betul bersifat eksogen. Untuk mengatasi masalah tersebut, teknik estimasi Generalised Method of Moment (GMM) diperlukan. Karenanya, dalam penelitian ini akan digunakan model data panel dinamis Arellano-Bond. Teknik ini dianggap cocok untuk mengecek estimator yang memiliki variabel independen yang bersifat tidak eksogen, bermodel efek tetap, dan berpola heteroskedastisitas dan serial korelasi yang spesifik per individu (Roodman, 2006).

344Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 3, Januari 2017

IV. HASIL DAN ANALISIS

4.1. Deskripsi Anatomi Finansialisasi ASEAN - 5

Diantara indikator pembangunan keuangan global, ada beberapa indikator yang lazim digunakan untuk melihat seberapa dalam finansialisasi di negara ASEAN-5. Indikator-indikator tersebut antara lain nilai kapitalisasi pasar (stock market capitalization), rasio profitabilitas (Return on Asset/ROA), efek utang swasta domestik (domestic private debt securities), dan pendapatan nonbunga sektor perbankan (bank non-interest income)

Terkait hal itu, sejak 2009, nilai kapitalisasi saham di pasar keuangan atau lebih sering dinamakan sebagai pola dan kecenderungan nilai kapitalisasi pasar diantara negara ASEAN-5 terus naik dari waktu ke waktu terkecuali Singapura (lihat Grafik 1). Grafik 1 juga menunjukkan bagaimana nilai kapitalisasi pasar Singapura selalu berada di peringkat teratas hingga 2010. Sayangnya, sejak 2011, Malaysia berhasil menyalip Singapura dalam hal nilai kapitalisasi pasar. Adapun posisi negara ASEAN-5 lainnya seperti Thailand, Indonesia, dan Filipina tidak mengalami perubahan dalam periode 2000-2012. Menariknya lagi, nilai kapitalisasi pasar Singapura dan Malaysia selalu berada di atas nilai pendapatan nasionalnya (PDB) dalam kurun waktu 2000- 2012. Sebaliknya, dalam periode tersebut, nilai kapitalisasi pasar Thailand, Indonesia, dan Filipina masih di bawah nilai pendapatan nasionalnya.

Stock Market Capitalization

250

IDN

 

200

MLY

THAI

 

PHL

150

SIN

 

100

 

50

 

0

 

 

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Sumber: Global Financial Development Database, World Bank (2015)

Grafik 1.

Nilai Kapitalisasi Pasar Saham, (% PDB)

Adapun pola dan kecenderungan nilai imbal hasil atas aset (Return on Asset/ROA) terlihat berbeda dengan indikator nilai kapitalisasi pasar. Secara umum, nilai ROA tertinggi masih dipegang oleh Indonesia kendati pernah disalip oleh Malaysia pada 2011. Sebaliknya, Thailand justru berada pada posisi terbawah untuk nilai ROA. Menariknya, Singapura yang dikenal sebagai

Pengaruh Finansialisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Asean: Analisis Data Panel 345

pusat keuangan di kawasan ASEAN justru memiliki nilai ROA yang lebih rendah dibandingkan Indonesia dan Malaysia. Menariknya lagi, Malaysia dan Singapura memiliki nilai ROA dengan tingkat volatilitas relatif yang lebih tinggi diantara negara ASEAN-5 lainnya.

Return on Asset

Domestic Private Debt Securities

70

IDN

70

60

60

MLY

50

THAI

50

PHL

 

 

40

SIN

40

 

30

 

30

20

 

20

10

 

10

0

 

10

-10

 

0

 

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

 

IDN

MLY

THAI

PHL

SIN

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Sumber: Global Financial Development Database, World Bank (2015)

Sumber: Global Financial Development Database, World Bank (2015)

Grafik 2.

Grafik 3.

Perkembangan Nilai ROA (sebelum pajak, %)

Perkembangan Nilai Efek Utang Swasta (%)

Di samping itu, finansialisasi dinilai tidak melulu soal nilai kapitalisasi pasar dan imbal hasil atas aset. Nilai efek utang swasta sebagai bagian dari proses sekuritisasi dan kebijakan keuangan perusahaan juga penting untuk diperhatikan. Grafik 3 di atas menunjukkan nilai efek utang swasta di Malaysia menempati ranking tertinggi diantara negara ASEAN-5. Sebaliknya, Filipina dan Indonesia menempati posisi paling buncit dalam hal nilai efek utang swasta. Menariknya, jurang nilai efek utang swasta antara Malaysia dan Singapura kian melebar pasca krisis keuangan global 2008. Menariknya lagi, nilai efek utang swasta Malaysia dan Thailand terus meningkat sejak 2004. Sementara itu, nilai efek utang swasta Singapura justru bergerak ke turun sejak 2004 dan mengalami penurunan yang cukup signifikan pasca 2008.

Analisa deskriptif ini dipersandingkan dengan hasil estimasi model ekonometrik berikut. Perbandingan ini penting untuk memberikan penjelasan logis dan argumen yang saling menguatkan, atau justru argumen yang saling bertentangan. Keduanya penting sebagai bagian dari robustness test dalam penelitian ini.

4.2. Pemilihan Model dan Hasil Estimasi

Pemilihan model menggunakan uji Breusch-Pagan Lagrange Multiplier sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3. Hasilnya, menunjukkan REM tidak dapat dijalankan. Dengan demikian, kesemua model yang digunakan dalam analisis data panel disarankan menggunakan model efek tetap (FEM).

346Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 3, Januari 2017

Tabel 3.

Hasil Uji Breusch-Pagan Lagrange Multiplier

Jenis Model

Prob>chibar2

 

Keputusan

Kesimpulan

Model 1

1.0000

H0

diterima

Menggunakan model efek tetap

Model 2

1.0000

H0

diterima

Menggunakan model efek tetap

Model 3

1.0000

H0

diterima

Menggunakan model efek tetap

Model 4

1.0000

H0

diterima

Menggunakan model efek tetap

 

 

 

 

 

Untuk melihat apakah terdapat otokorelasi pada model data panel dinamis, digunakan uji autokerelasi Arellano-Bond. Hasilnya, dari Tabel 6 di bawah terlihat bahwa secara statistik hipotesis awal (null hypothesis) yang menyatakan tidak terdapat autokerelasi diterima atau tidak dapat ditolak. Dengan demikian, dari semua model yang dilibatkan, tidak ada satupun yang memiliki autokerelasi.

Tabel 4.

Hasil Uji Autokolerasi

Jenis Model

Prob > z

 

 

Keputusan

Kesimpulan

Model 1

Order 1

 

0,1901

H0

diterima

Tidak terdapat otokorelasi

 

Order 2

 

0,2847

 

 

 

Model 2

Order 1

 

0,2098

H0

diterima

Tidak terdapat otokorelasi

 

Order 2

 

0,3267

 

 

 

Model 3

Order 1

 

0,1848

H0

diterima

Tidak terdapat otokorelasi

 

Order 2

 

0,9850

 

 

 

Model 4

Order 1

 

0,1367

H0

diterima

Tidak terdapat otokorelasi

 

Order 2

 

0,5917

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hasil estimasi pengaruh finansialisasi terhadap distribusi pendapatan dengan menggunakan analisis data panel ditampilkan pada Tabel 4. Jenis analisis data panel yang digunakan pada Tabel 1 adalah model efek tetap. Hasilnya, keempat variabel yang digunakan untuk melihat pengaruh finansialisasi terhadap ketimpangan dengan menggunakan model efek tetap secara statistik terbukti signifikan. Nilai koefisien variabel Lag GINI, ROA dan LSMC bertanda positif yang sementara variabel LDPDS bertanda negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan nilai Lag Gini, ROA dan LSMC akan memperburuk kesenjangan pendapatan. Sebaliknya, kenaikan nilai LDPDS justru memperbaiki tingkat distribusi pendapatan di kawasan ini.

Pengaruh Finansialisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Asean: Analisis Data Panel 347

Tabel 5.

Finansialisasi dan Koefisien Gini: Analisis Data Panel (1989-2014) (Variabel Dependen=Ginii,t)

Variabel

Model 1

Model 2

Model 3

Model 4

 

 

Variabel Lag

 

 

Log GINIi,t-1

0.5523***

0.5471***

0.3837***

0.2243**

 

(0.1309)

(0.1297)

(0.0845)

(0.0873)

 

 

Variabel Kunci

 

 

ROA

0.0046**

0.0041**

0.0031**

0.0036*

 

(0.0021)

(0.0021)

(0.0013)

(0.0020)

LSMC

0.0612**

0.0784**

0.0943***

0.0516***

 

(0.0280)

(0.0307)

(0.0147)

(0.0198)

LDPDS

-0.0184***

-0.0148**

-0.0326***

-0.0166**

 

(0.0066)

(0.0071)

(0.0030)

(0.0068)

 

 

 

 

 

 

 

Variabel Kontrol

 

 

LUNEM

 

0.0398

0.0511*

.0098605

 

 

(0.0307)

(0.0282)

.0532646

LEMPA

 

 

-0.1978

-0.5009**

 

 

 

(0.1449)

(0.2428)

LVEM

 

 

 

-0.0185

 

 

 

 

0.0576)

CONS

 

1.3184***

2.4436***

4.1802***

 

 

(0.4405)

(0.9262)

(1.2566)

 

 

 

 

 

Catatan: Standard Error (dalam kurung), *p<0.10, **p<0.05, ***<0.01

Tabel 5 menunjukkan nilai koefisien lag gini sebesar 0.55 yang artinya kenaikan 10 persen nilai koefisien gini tahun sebelumnya akan meningkatkan tingkat kesenjangan pendapatan sesudah periode tersebut sebesar 5,5 persen. Selanjutnya, nilai koefisien ROA dan LSMC masing-masing sebesar 0,005 dan dan 0,06 yang mengindikasikan bahwa kenaikan nilai ROA dan LSMC masing-masing sebesar 10 persen menyebabkan kenaikan nilai koefisien gini berturut-turut sebesar 0,05 persen dan 0,6 persen. Adapun nilai koefisien LDPDS adalah -0,02 yang mengindikasikan kenaikan nilai LDPDS sebesar 10 persen akan menurunkan nilai koefisien gini sebesar 0,2 persen. Dari ketiga variabel finansialisasi yang digunakan menunjukkan bahwa meski signifikan, namun pengaruhnya terhadap distribusi pendapatan di kawasan ASEAN belum memiliki pengaruh yang dominan.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, salah satu permasalahan yang mengemuka dalam analisis data panel adalah jika terdapat lag dari variabel terikat sebagai variabel bebas, maka kemungkinan akan terdapat korelasi antara variabel terikat dengan residu. Atas dasar itu, maka analisis panel data dengan menggunakan model efek tetap perlu dilanjutkan dengan menggunakan analisis Generalized Method of Moments (GMM) guna mendapatkan analisis yang lebih baik. Menurut Roodman (2006), analisis GMM dibutuhkan karena seperti dalam kasus OLS, analisis panel data dengan lag variabel dependen dan error yang saling berautokorelasi berpotensi menghasilkan parameter yang inkonsisten. Karena itu, analisis data

348Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 3, Januari 2017

panel akan menjadi lebih baik jika dilanjutkan dengan analisis dynamic panel data model yang dikembangkan oleh Arellano-Bond (1991) atau lebih populer dikenal sebagai Arellano-Bond estimator.

Atas dasar itu, maka penggunaan metode GMM melibatkan beberapa variabel instrumen untuk menyelesaikan permasalahan adanya korelasi antara lag dependen variabel dengan residual dan adanya hubungan antara regressor lag variabel terikat dengan residual. Adapun yang dimaksud dengan variabel instrumen adalah variabel yang tidak memiliki hubungan atau korelasi dengan residual. Atau, variabel yang memiliki korelasi dengan variabel bebas namun tidak memiliki pengaruh langsung terhadap variabel terikat. Karena itu, variabel instrumen yang dilibatkan adalah bank credit to bank deposit (BCBD) dan bank non-intererst income to total income (BNII).

Tabel 6.

Finansialisasi dan Koefisien Gini: Analisis GMM (1989-2014) (Variabel Dependen=Ginii,t)

Variabel

Model 1

Model 2

Model 3

Model 4

 

 

Variabel Lag

 

 

Log GINIi,t-1

0.5676***

0.5330***

0.3837***

0.2243***

 

(0.0501)

(0.0059)

(0.0845)

(0.0873)

 

 

Variabel Kunci

 

 

ROA

0.0050***

0.0038***

0.0031**

0.0036*

 

(0.0008)

(0.0011)

(0.0013)

(0.0020)

LSMC

0.0620**

0.0822***

0.0943 ***

0.0516***

 

(0.0244)

(0.0165)

(0.0147)

(0.0198)

LDPDS

-0.0057

-0.0243**

-0.0326***

-0.0166**

 

(0.0151)

(0.0106)

(0.0030)

(0.0068)

 

 

 

 

 

 

 

Variabel Kontrol

 

 

LUNEM

 

0.0501

0.0511*

0.0099

 

 

(0.0153)

(0.0282)

(0.0533)

LEMPA

 

 

-0.1978

-0.5009

 

 

 

(0.1449)

(0.2428)**

LVEM

 

 

 

-0.0185

 

 

 

 

(0.0576)

CONS

1.3463***

1.360***

2.4436***

4.1802***

 

(0.1330)

(0.0427)

(0.9262)

(1.2566)

 

 

 

 

 

Catatan: Standard Error Robust (dalam kurung), *p<0.10, **p<0.05, ***<0.01

Hasil estimasi dengan menggunakan teknik estimasti GMM ditampilkan pada Tabel

6.Secara umum, tabel tersebut menunjukkan bahwa finansialisasi secara statistik terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap distribusi pendapatan. Ketiga indikator finansialisasi yang digunakan untuk mengukur pengaruh proses finansialisasi terhadap nilai koefisien gini menghasilkan tanda koefisien yang konsisten dengan hasil estimasi model efek tetap. Hasilnya, koefisien estimasi untuk variabel ROA dan LSMC terbukti memiliki pengaruh yang

Pengaruh Finansialisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Asean: Analisis Data Panel 349

searah terhadap koefisien gini. Artinya, kenaikan ROA dan LSMC akan memberikan efek yang buruk terhadap perbaikan kesenjangan pendapatan. Sebaliknya, koefisien estimasi variabel LDPDS konsisten negatif yang mengindikasikan bahwa kenaikan nilai variabel tersebut akan menurunkan nilai koefisien gini atau akan memperbaiki tingkat ketimpangan pendapatan.

V. KESIMPULAN

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengukur pengaruh proses finansialisasi dalam perekonomian terhadap distribusi pendapatan di negara ASEAN-5. Untuk mengukurnya, data yang digunakan berupa data panel periode 1989-2014. Dengan menggunakan model efek tetap dan model data panel dinamis Arellano-Bond, hasil estimasi kedua jenis analisis data panel tersebut membuktikan bahwa ketiga variabel finansialisasi yang dipilih memiliki pengaruh yang signifikan terhadap distribusi pendapatan. Variabel nilai kapitalisasi pasar dan imbal hasil atas aset sebelum pajak berkorelasi positif dengan distribusi pendapatan. Artinya, jika nilai kedua variabel tersebut meningkat maka tingkat distribusi pendapatan cenderung akan memburuk. Sebaliknya, variabel nilai efek utang swasta domestik memiliki hubungan yang negatif dengan kesenjangan pendapatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan variabel nilai efek utang swasta domestik dapat berperan sebagai instrumen perbaikan tingkat distribusi pendapatan.

350Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 3, Januari 2017

REFERENSI

Adams Jr, Richard H. (2003). Economic Growth, Inequality, and Poverty: Findings from a New Data Set. The World Bank, Policy Research Working Paper No. 2972, February 2003.

Afsar, Muharrem, Afsar, Asli, dan Mecik, Oytun. (2014). Financialization Process and Outcomes in Developed Countries, International Journal of Economics and Finance. 6(12), 192-200.

Arellano, Manuel dan Bond, Stephen. (1991). Some Tests of Specification for Panel Data: Monte Carlo Evidence and an Application to Employment Equation. The Review of Economic Studies, April 1991. 58 (2), 277-297.

Badan Pusat Statistik. (2015). diakses Desember 2015, http://www.bps.go.id/Subjek/view/ id/23#subjekViewTab3|accordion-daftar-subjek1

Badi H. Baltagi. (2005). Econometric Analysis of Panel Data. John Wiley &Sons Ltd, West Sussex.

Barro, Robert J. (2008). Inequality and Growth Revisited. Asian Development Bank (ADB), Working Paper Series on Regional Economic Integration No. 11, January 2008.

Beck, Thorsten dan Levine, Ross. (2004). National Bureau of Economic Research (NBER). Working Paper No. 10979. December 2004.

Benhabib, Jess. (2003). The Tradeoff Between Inequality and Growth, Annals of Economics and Finance. Vol.4, 329-345.

Berg, Andrew,dan Ostry, Jonanthan D. (2011). Inequality and Unsustainable Growth: Two Sides of the Same Coin?. International Monetary Fund (IMF), IMF Staff Discussion Note, April 8.

Bock, Matthew J. (2014). Income Inequality in ASEAN: Perceptions on Regional Stability from Indonesia and the Philippines. ASEAN-Canada Research Partnership, Working Paper No.1, April 2014.

Bureau for Development Policy. (2013). Humanity Divided: Confronting Inequality in Developing Countries, United Nations Development Programme (UNDP).

Canavire-Bacarreza, Gustavo dan Rioja, Felix. (2008). Financial Development and the Distribution of Income in Latin America and the Caribbean. The Institute for labor Study (IZA). Discussion Paper No.3796, October 2008.

Clarke, George, Xu, Lixin Colin, dan Zou, Heng-fu. (2003). Finance and Income Inequality: Test of Alternative Theories. The World Bank. Policy Research Working Paper No.2984, March 2003.

Davis, Gerald F. dan Kim, Suntae. (2015). Financialization of the Economy. Draft Chapter for Annual Review of Sociology. January 13.

Pengaruh Finansialisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Asean: Analisis Data Panel 351

Demirguc-Kunt, Asli dan Levine, Ross. (2009). Finance and Inequality: Theory and Evidence. National Bureau of Economic Research (NBER), Working Paper No. 15275. August 2009.

Singapore Department of Statistics. (2016). diakses Desember 2016. http://www.singstat.gov. sg/statistics

Department of Economic and Social Affairs. (2013). Inequality Matters: Report of the World Social Situation, United Nations.

Dollar, David dan Kraay, Aart. (2002). Growth is Good for the Poor. Journal of Economic Growth. September 2002. 7(3); hal. 195-225.

Dore, R., (2000). Stock Market Capitalism: Welfare­ Capitalism: Japan and Germany versus the Anglo-Saxons. Oxford University Press, 2000. Dikutip oleh Michal Falkowski. (2011). “Financialization of Commodities’. Journal of Contemporary Economics. Vol.5 (4),hal 4-17.

Dunhaupt, Petra. (2010). Financialization and the Rentier Income Share: Evidence from the USA and Germany. Macroeconomic Policy Institute, Working Paper No.2/2010. February 9.

Dunhaupt, Petra. (2014). An Empirical Assessment of the Contribution of Financialization and Corporate Governance to the Rise in Income Inequality. Institute for International Political Economy Berlin, Working Paper No.41.

Economic Planning Unit of Malaysia. (2016). diakses Desember 2016, http://www.epu.gov. my/en/home

Gerald A. Epstein. (2005). Financialization and the World Economy. Edward Elgar.

Giovanni Arrighi. (2010). The Long Twentieth Century. Verso.

ILO. (2016). Key Indicators of Labor Market, diakses Desember 2016, http://www.ilo.org/global/ statistics-and-databases/research-and-databases/kilm/lang--en/index.htm

ILO. (2016). Global Wage Database, diakses Desember 2016, http://www.ilo.org/global/research/ global-reports/global-wage-report/2014/lang--en/index.htm

Jauch, Sebastian dan Watzka, Sebastian. (2012). Financial Development and Income Inequality: A Panel Data Approach. CESifo Working Paper No. 3687. October 2012.

Kraay, Aart, Dollar, David, dan Kleineberg, Tatjana. (2014). Growth, Inequality, and Social Welfare: Cross-Country Evidence. Makalah dipresentasikan dalam Sixtieth Panel Meeting on Economic Policy, the Einaudi Institute for Economics and Finance (EIEF). Rome. 24-25 October 2014.

Kappel, Vivien. (2010). The Effects of Financial Development on Income Inequality and Poverty. Swiss Federal Institute of Technology Zurich, Economics Working Paper No. 10/27. March, 29.

Krippner, Greta R. (2005). The Financialization of the American Economy. Socio-Economic Review. Vol.3, hal. 173-208.

352Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 3, Januari 2017

Kus, Busak. (2012). Financialization and Income Inequality in OECD Nations: 1995-2007. The Economic and Social Review, Winter 2012. Vol. 43(4), hal. 477-495.

Lin, Ken-Hou dan Tomaskovic-Devey, Donald. (2013). Financialization and U.S. Income Inequality: 1970-2008. American Journal of Sociology, March. Vol. 118(5), hal. 1284-1329.

National Statistical Office of Thailand. (2016). diakses Desember 2016, http://web.nso.go.th/.

Palley, Thomas I. (2016). The Macroeconomics of Financialization: A Stages of Development Approach. Presented at the 5th International Conference, Developments in Economic Theory and Policy. held in Bilbao, Spain, July 10 and 11, 2008.

Park, Cyn-Young dan Mercado Jr, Rogelio V. (2015). Financial Inclusion, Poverty, and Income Inequality in Developing Asia. Asian Development Bank (ADB), Economics Working Paper No.426. January 2015.

Park, Donghyun dan Shin, Kwanho. (2015). Economic Growth, Financial Development, and Income Inequality. Asian Development Bank (ADB), Economics Working Paper No.441. August 2015.

Philippine Statistics Authority. (2016). diakses Desember 2016, http://psa.gov.ph/

Roodman, David. (2006). How to Do xtabond2: An Introduction to “Difference” and “System” GMM in Stata. Center for Global Development, Working Paper No.103. December 2006.

Stockhammer, Engelbart. (2010). Financialization and the Global Economy. Political Economy Research Institute, Working Paper No.240. 13 October 2010.

The World Bank. (2016). World Development Indicators, diakses Desember 2016, http://data. worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators

The World Bank. (2016). Global Financial Development Database, diakses Desember 2016, http://data.worldbank.org/data-catalog/global-financial-development

United Nations University. (2016). World Income Inequality Database, diakses Desember 2016, https://www.wider.unu.edu/project/wiid-world-income-inequality-database

William H. Greene. (2003). Econometric Analysis. Prentice Hall. New Jersey.