IMPACT OF REDENOMINATION ON PRICE, VOLUME, AND VALUE OF TRANSACTION: AN EXPERIMENTAL ECONOMIC APPRAOCH
Danti Astrini1,
Bambang Juanda2,
Noer Azam Achsani2
Abstract
Redenomination is a simplification of nominal value of currency by reducing digit (zero number) without reducing the real value of the currency. This paper provide an overview of the impact of redenomination to changes in transaction prices, transaction value and number of transactions using experimental methods. The results showed that the most substantial price reduction on the elastic goods can occur in conditions of low economic growth and high inflation. Price reductions also occur in conditions of high economic growth and low inflation. Based on results, there is no change between before and after redenomination on the number of transactions. So redenomination would not change the number of transactions in elastic goods. Conditions which can change the value of the transaction is low growth and high growth in high inflation condition. Conditions of high inflation and low growth will decrease the value of the transaction while the condition of high inflation with high growth will increase the value of the transaction.
Keywords: Redenomination, Inflation, Economic Growth, Experiment
JEL Classification: C91, E31, E42, E58
1Mahasiswa Magister Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Ilmu Ekonomi.
2Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB – Penulis Korespondensi (bbjuanda@yahoo.com).
208Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
I. PENDAHULUAN
Rencana Bank Indonesia untuk melakukan redenominasi Rupiah telah banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan pelaku ekonomi. Redenominasi Rupiah adalah penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan Rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga dan nilai tukar Rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa. Redenominasi berbeda dengan Sanering, namun masih banyak masyarakat Indonesia yang salah mengartikan antara kedua istilah tersebut. Sanering adalah pemotongan terhadap nilai uang tetapi harga barang- barangnya tidak mengalami perubahan. Dasar pemikiran dari pengajuan redenominasi mata uang Rupiah ini adalah dalam rangka menghadapi tantangan ke depan berupa integrasi perekonomian regional3.
Alasan lain nominal Rupiah perlu disederhanakan adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi akan meningkatkan perputaran uang dengan nilai yang semakin meningkat. Peningkatan ini berdampak pada pencatatan digit yang makin banyak di setiap transaksi yang terjadi sehingga menyulitkan sejumlah pihak dalam pencatatan keuangannya. Semakin banyak digit dalam mata uang, maka semakin tinggi kendala teknis dalam transaksi pembayaran tunai dan non tunai. Dibandingkan dengan mata uang lainnya, Rupiah termasuk ke dalam 10 garbage money atau memiliki nilai tukar terhadap Dollar Amerika Serikat (US $) tertinggi ketiga di dunia, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Nilai nominal yang terlalu besar
Sejak tahun 1923, setidaknya sudah 55 negara yang telah melakukan redenominasi, diantaranya ada yang dianggap sukses dan gagal dalam pelaksanaannya.
3 Siaran Pers Bank Indonesia No. 12/ 38 /PSHM/Humas
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction:
An Experimental Economic Appraoch 209
Tabel 1
Sepuluh Mata Uang dengan Nilai Tukar Tertinggi di Dunia
No |
Mata Uang (Negara) |
Nilai Tukar terhadap 1 US $ |
|
|
|
1 |
Rial (Iran) |
24.874 |
2 |
Dong (Vietnam) |
21.040 |
3 |
Rupiah (Indonesia) |
12.175 |
4 |
Rubel (Belarusia) |
9.691 |
5 |
Bolivar (Venezuela) |
6.296 |
6 |
Kwacha (Zambia) |
5.244 |
7 |
Guaran (Paraguay) |
4.686 |
8 |
Shilling (Uganda) |
2.476 |
9 |
Franc (Madagascar) |
2.283 |
10 |
Sum (Uzbekistan) |
2.203 |
|
|
|
Sumber: http://id.rateq.com diakses 10 Feb 2014
Israel, Rusia, dan Nikaragua. Ada beberapa negara yang melakukan redenominasi dalam beberapa tahap, seperti Brazil dan Serbia Montenegro sebanyak empat kali serta Israel dan Argentina sebanyak enam kali. Salah satu indikator keberhasilan penerapan redenominasi adalah tingkat inflasi setelah kebijakan tersebut diterapkan. Sebagai contoh, tingkat inflasi di Turki dan Rumania menjadi lebih rendah (satu digit/creeping inflation) dan stabil dibandingkan sebelumnya. Redenominasi akan dianggap gagal jika mengalami inflasi tinggi atau hiperinflasi setelah kebijakan diterapkan.
Turki dan Rumania adalah beberapa contoh negara yang tergolong sukses atau berhasil melakukan redenominasi. Turki dan Rumania dikatakan sukses melakukan redenominasi terutama terlihat dari sisi ekonomi makronya. Rumania memiliki tingkat inflasi hanya satu digit sejak tahun 2005 (saat eliminasi empat angka nol di mata uang Lei dimulai) dan berlajut sampai sekarang. Pengangguran di Rumania juga cukup rendah yaitu berada di sekitar empat persen. Pada tahun 2007, nilai tukar mata uang Rumania menguat terhadap Dollar AS menjadi 2,98 Lei dan terhadap Euro menjadi 3,6 Lei. Sebagai perbandingan, sebelum redenominasi diterapkan pada 30 Juni 2005 nilai tukar terhadap $ AS sebesar 29,891 Lei dan terhadap Euro sebesar 36,050 Lei. Sedangkan Turki setelah menghapus enam angka nol di mata uangnya pada 1 Januari 2005, keadaan perekonomiannya tetap terjaga. Inflasi negara Turki pada tahun 2005- 2011 tetap terjaga stabil dikisaran
210Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
Tingkat inflasi (%)
70 |
|
60 |
Rumania |
50 |
Turki |
|
|
40 |
|
30 |
|
20 |
|
10 |
|
0 |
|
|
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 |
Sumber: World Development Indicators 2012
Grafik 1. Perkembangan Tingkat Inflasi (%) di Turki dan
Rumania Tahun 1999 – 2011
Sementara itu, Brazil dan Zimbabwe adalah contoh negara yang tergolong gagal dalam melakukan redenominasi. Sebagai contoh, pada saat Brazil melakukan redenominasi mata uang pada tahun 1986 dan 1989, kurs mata uangnya justru terdepresiasi secara tajam terhadap US $ hingga mencapai ribuan Cruzado untuk setiap US $. Pemerintah Brazil pada saat itu juga tidak mampu mengelola tingkat inflasi sehingga mengalami hiperinflasi bahkan mencapai lebih dari 500 persen per tahunnya dimana puncaknya pada tahun 1990 yang mencapai hampir 3000 persen, hal ini dapat dilihat pada Grafik 2. Sedangkan bagi Zimbabwe, langkah memotong tiga digit nominal Dollar Zimbabwe pada pertengahan 2006 malah mengakibatkan hiperinflasi sebesar 1097 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 302 persen. Berdasarkan pengalaman
Tingkat Inflasi (%)
3500,00 |
3000,00 |
2500,00 |
2000,00 |
1500,00 |
1000,00 |
500,00 |
0,00 |
1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 |
Redenominasi Redenominasi
Sumber: World Development Indicators 2012
Grafik 2. Perkembangan Tingkat Inflasi (%)
di Brazil Tahun 1981 – 1994
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
211 |
semakin tinggi. Sedangkan, keberhasilan Turki dan Rumania dikarenakan redenominasi dilakukan pada saat tingkat inflasi yang rendah. Pemilihan waktu yang tepat menjadi kunci suksesnya pelaksanaan redenominasi di suatu negara.
Bank Indonesia menilai bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan redenominasi Rupiah karena perekonomian Indonesia dalam kondisi yang sehat dan stabil. Redenominasi mata uang diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan martabat bangsa di tingkat nasional dan internasional. Semakin tingginya tingkat kepercayaan masyarakat untuk memegang mata uang Rupiah, secara langsung BI akan semakin efektif dalam mengendalikan jumlah uang beredar dan kebijakan moneter lainnya akan menjadi semakin kredibel.
Nilai baru dari satu Rupiah baru akan memiliki nilai 1000 pada Rupiah lama sehingga rasio antara redenominasi baru dengan Rupiah lama adalah 1:1000 dan akan ada dua desimal untuk mewakili pecahan sen. Dimana nilai dari 1 Rupiah sama dengan 100 sen. Kebijakan ini akan dimulai dengan sosialisasi pada periode
Walaupun saat ini Bank Indonesia bersama pemerintah sudah dalam tahap penyusunan RUU, masih banyak kalangan yang menganggap RUU Perubahan Harga Rupiah tidak perlu menjadi prioritas. Pro dan kontra terhadap wacana kebijakan redenominasi mencerminkan suatu spekulasi publik terhadap ketidakpastian dampak yang akan terjadi jika dilakukan redenominasi pada mata uang Rupiah. Perdebatan ini sulit untuk dipecahkan dengan metode survey atau kajian data sekunder, karena data belum ada di lapang. Oleh karena itu, kajian mengenai dampak yang akan ditimbulkannya perlu dikaji secara ilmiah melalui metode percobaan. Metode percobaan adalah cara yang sangat baik untuk membangkitkan data yang kualitasnya lebih baik dari metode survey dan mampu mengendalikan
Studi yang dilakukan oleh Mosley (2005) teridentifikasi bahwa yang menjadi pertimbangan bagi beberapa negara untuk melakukan redenominasi adalah kombinasi dari
212Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
Ketika suatu negara berencana menerapkan redenominasi, ada tiga faktor penting yang menjadi pertimbangan yaitu: nilai tukar, tingkat inflasi, dan bentuk pemerintahan. Dari ketiga faktor tersebut, tingkat inflasi yang tinggi merupakan faktor utama (most dominant driving factor) yang mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang (Suhendra dan Handayani, 2012). Jika negara mengalami hiperinflasi, pemerintah akan sulit dalam mendapatkan kepercayaan dari pasar domestik dan internasional. Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan semakin rendahnya nilai mata uang, sehingga akan dibutuhkan denominasi (nilai) mata uang yang besar dalam setiap transaksi perekonomian. Dengan kata lain, inflasi yang tinggi menjadi indikasi ketidakmampuan pemerintah dalam menyeimbangkan anggaran dan bank sentral dalam melakukan kebijakan moneter.
Penerapan redenominasi dapat berhasil bila perekonomian dalam keadaan inflasi dan ekspektasi inflasi yang stabil dan rendah. Menurut Lianto dan Suryaputra (2012) beberapa kondisi awal (initial condition) yang akan membuat kebijakan redenominasi sukses diterapkan adalah: 1) tingkat inflasi yang rendah sebelum, saat, dan sesudah redenominasi diterapkan; 2) pertumbuhan ekonomi yang stabil; 3) adanya jaminan kestabilan
Indonesia yang saat ini berencana melakukan redenominasi telah mengalami beberapa kali guncangan dan ketidakstabilan dalam nilai mata uang maupun tingkat inflasi. Sebelum Indonesia merdeka, pada tahun 1944, nilai Rupiah memiliki nilai yang hampir seimbang dengan dollar AS, yaitu Rp1.88 per dollar AS (kontan, 2012). Lalu, pada 7 Maret 1946 nilai Rupiah pertama kali menurun sebesar 30 persen menjadi Rp2.65 per dollar AS. Tahun 1950 pemerintah melakukan sanering dari pecahan Rp5 ke atas, sehingga nilainya menjadi setengah dari nilai semula. Kemudian sanering kedua berlanjut pada tahun 25 Agustus 1959 pemerintah kembali melakukan pemangkasan nilai Rupiah.
Tabel 2
Tingkat Hiperinflasi di Indonesia
No |
Tahun |
Tingkat Inflasi (%) |
|
|
|
1 |
1962 |
131 |
2 |
1963 |
146 |
3 |
1964 |
109 |
4 |
1965 |
307 |
5 |
1966 |
1136 |
6 |
1967 |
106 |
7 |
1968 |
129 |
|
|
|
Sumber: World Bank, World Development Indicators 2012
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
213 |
Tingkat inflasi yang tinggi akan berdampak pada pelemahan nilai mata uang. Hal ini terlihat pada tahun
Selain indikator tingkat inflasi, stabilitas perekonomian dalam suatu negara merupakan tujuan utama pembuat kebijakan dalam mengarahkan berbagai instrumen fiskal dan moneter. Stabilitas perekonomian adalah prasyarat bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kepastian dalam memberikan jaminan investasi di suatu negara. Dengan demikian stabilitas pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan kegiatan perekonomian dalam bentuk perdagangan barang/jasa dan transaksi keuangan. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini dapat dikatakan stabil berada di sekitar
Selain dampak positif dari redenominasi seperti meningkatnya kredibilitas Rupiah yang dijadikan tujuan oleh pemerintah, terdapat juga dampak negatif yang akan terjadi jika diterapkan kebijakan redenominasi. Salah satunya adalah kemungkinan masyarakat salah persepsi dengan mengira meredenominasi adalah sanering. Sanering adalah kebijakan penghilangan angka nol pada mata uang, namun pemotongan tersebut tidak dilakukan pada
Selain itu, dengan adanya redenominasi akan ada peningkatan besarnya biaya operasional perusahaan dan perbankan karena mengganti sistem informasi dan teknologinya yang membutuhkan waktu penyesuaian untuk menerapkan teknologi akuntansi untuk menyesuaikan dengan penyederhanaan nominal. Bank Indonesia juga akan mengeluarkan biaya yang besar untuk mencetak uang baru hasil redenominasi dan sosialisasi publik. Selain itu dampak sosial lain berupa ketidakpercayaan masyarakat terhadap Rupiah (Kesumajaya, 2011).
Berdasarkan pernyataan Wibowo (2013), dampak yang akan muncul karena perubahan nominal mata uang adalah munculnya bias psikologis yang disebut money illusion. Sebagian besar masyarakat akan mempersepsikan bahwa harga barang menjadi lebih murah karena dihilangkannya nilai nol dari mata uang terdahulu. Sebagai contoh, misalkan terjadi kenaikan harga barang sebesar Rp7.000, hal tersebut dirasakan sangat berat oleh konsumen. Namun ketika setelah terjadi redenominasi kenaikan Rp7 dirasakan lebih ringan oleh masyarakat.
214Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
Padahal kenaikan tersebut mempunyai nilai yang sama. Konsumen kurang memperhatikan proses
Redenominasi mendorong prilaku konsumsi menjadi lebih besar. Harga baru yang dirasakan lebih murah karena terjadinya money illusion membuat willingness to pay (kemauan untuk membayar) dari konsumen menjadi meningkat. Melihat perubahan dari prilaku masyarakat tersebut, produsen barang akan meningkatkan harga hingga batas yang masih ditolelir oleh konsumen. Produsen sebagai individual yang dianggap rasional akan melakukan pembulatan harga barang tersebut ke atas. Namun di sisi lain, redenominasi dapat mengurangi konsumsi karena adanya ketakutan adanya inflasi sehingga menyebabkan orang mengalihkan untuk memegang barang terutama yang nilainya tahan terhadap inflasi. Hal ini menyebabkan penukaran Rupiah dengan mata uang yang lebih kuat menyebabkan penurunan nilai Rupiah terhadap mata uang lain.
Ruang lingkup dalam penelitian ini akan mengkaji dampak kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga, jumlah transaksi dan nilai transaksi, data yang digunakan akan diperoleh dari data primer hasil metode percobaan ekonomi (eksperiment). Adapun jumlah transaksi, nilai transaksi dan perubahan harga terjadi pada barang – barang elastis yang dalam penelitian ini menggunakan komoditas mobil. Redenominasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan penghapusan tiga angka nol pada nilai mata uang Rupiah, unit harga, unit upah serta segala sesuatu yang dimiliki dengan nominal Rupiah.
Bagian kedua dari paper ini menyajikan studi literatur terkait tentang redenominasi. Bagian Ketiga menjelaskan data dan metodologi, terutama tentang teknik eksperiment yang digunakan dalam paper ini. Bagian keempat menyajikan hasil eksperimen dan analisis, sementara bagian kelima menyajikan kesimpulan.
II. TEORI
2.1. Keterkaitan Redenominasi dengan Perilaku Pelaku Ekonomi
Dampak yang paling sering muncul terjadi dalam penerapan redenominasi adalah munculnya bias psikologis yang disebut money illusion (Wibowo, 2013). Ilusi ini dapat muncul karena perubahan nominal harga barang akibat redenominasi. Sebagian besar masyarakat akan mempersepsikan bahwa harga barang menjadi lebih murah karena dihilangkannya nilai nol dari mata uang terdahulu. Hobijn, et al. (2006) juga menunjukkan bahwa telah terjadi money illusion yang di negara Eropa yang telah melakukan perubahan mata uang menjadi Euro. Euro
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
215 |
yang nominalnya lebih sedikit dibandingkan mata uang sebelumnya dirasakan lebih murah oleh masyarakat. Hobijn, et al (2006) berpendapat peningkatan harga setelah redenominasi dapat dijelaskan dangan model umum dari biaya harga menu, dengan memasukkan keputusan perusahaan ketika mereka mengadopsi mata uang yang baru.
Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi kembali manajemen strategi uang mereka untuk beradaptasi dengan mata uang baru terutama ketika diperkenalkan mata uang yang baru khususnya ketika mata uang yang baru dan mata uang yang lama dipergunakan secara
Sementara itu Money/Euro Illution memperlihatkan persepsi harga dalam denominasi baru yang lebih kecil dan mata uang yang lebih rendah daripada ketika dinyatakan dalam bentuk mata uang yang lama jika memiliki nilai nominal yang lebih tinggi. (Gamble et al. 2002). Hal ini menunjukkan bahwa individu menyesuaikan diri dengan mata uang baru dengan nilai nominal yang lebih kecil, setidaknya, mereka mengalami kesulitan dalam memahami nilai sebenarnya dari barang dan jasa. Efek money Illusion pun dapat terjadi pada
Kasus trivalization dapat dilihat pada Ghana dimana tingkat inflasinya meningkat sebesar lima persen satu tahun setelah redenominasi. Salah satu faktor penyebab kegagalan redenominasi di Ghana adalah 70 persen uang beredar yang di Ghana berada di luar sistem perbankan.Transaksi tunai di Ghana lebih dominan dibandingkan dengan transaksi melalui perbankan. Kondisi ini diperparah oleh pemerintah yang belum juga dapat mengganti mata uang yang baru dengan mata uang yang lama setelah dua tahun redenominasi. Mehdi dan Motiee (2012) juga mengungkapkan bahwa pengurangan nilai nominal mata uang akan mempunyai pengaruh secara psikologi dan sosial. Ketika mata uang memiliki nilai nominal yang rendah, maka masyarakat akan merasa mata uang tersebut bernilai kuat.
Lianto dan Suryaputra (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak dari implementasi redenominasi di Indonesia berdasarkan perspektif masyarakat Indonesia. Dari data yang diperoleh dengan metode survey sebanyak 100 orang yang paham akan redenominasi dan dianalisis menggunakan Structural Equation Modelling, terlihat bahwa dampak terbesar dari redenominasi adalah dapat meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata negara lain. Temuan lainnya adalah masyarakat Indonesia menganggap redenominasi akan dapat menguntungkan
216Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
mereka. Jika redenominasi sukses diimplementasikan, mata uang Rupiah akan menjadi semakin kuat dan menambah kepercayaan diri masyarakat terhadap mata uangnya. Tabel 3 merupakan beberapa literatur terdahulu terkait dengan redenominasi
Tabel 3
Penelitian Terdahulu Terkait Redenominasi
Nama Peneliti |
Judul Penelitian |
Metode Penelitian |
Hasil Penelitian |
|
(Tahun) |
||||
|
|
|
||
|
|
|
|
|
Ioana (2005) |
The National Currency |
Analisis komparatif dan |
Keberhasilan redenominasi |
|
|
deskriptif |
dipengaruhi oleh : 1) tingkat inflasi |
||
|
Experience in Several |
|
yang rendah dengan kecenderungan |
|
|
Countries: A |
|
yang menurun; dan 2) berhasilnya |
|
|
Comparative Analysis. |
|
program reformasi dan |
|
|
|
|
restrukturisasi ekonomi, seperti |
|
|
|
|
pertumbuhan PDB riil yang tinggi |
|
Mosley (2005) |
Dropping Zeros, Gaining |
Analisis survival dari |
Tingkat inflasi saat ini dan masa lalu |
|
|
Credibility? Currency |
data set |
adalah prediktor terpenting dari |
|
|
Redenomination in |
berkembang antara |
dilakukan atau tidaknya |
|
|
Developing Nations |
redenominasi di suatu negara |
||
Suhendra dan |
Impacts of |
Analisis regresi logistik |
Tingkat inflasi yang tinggi merupakan |
|
Handayani (2012) |
Redenomiantion on |
menggunakan 36 |
faktor utama (most dominant driving |
|
|
Economics Indicators |
negara |
factor) yang mendorong suatu |
|
|
|
|
negara memutuskan untuk |
|
|
|
|
melakukan redenominasi mata uang |
|
Hobijn, et al. (2006) |
Menu Costs at Work: |
Analisis Pricing Model |
Setelah redenominasi Euro terjadi |
|
|
Restaurant Prices and |
|
peningkatan harga karena harga- |
|
|
the Introduction of the |
|
harga dirasakan lebih murah oleh |
|
|
Euro |
|
konsumen |
|
Mehdi dan Motiee |
An investigating Zeros |
Deskriptif kualitatif |
Pengurangan nilai nominal mata |
|
(2012) |
Elimination of the |
|
uang akan membuat masyarakat |
|
|
National Currency and |
|
merasa mata uang tersebut bernilai |
|
|
Its Effect on National |
|
lebih kuat dari sebelumnya |
|
|
Economy (Case study in |
|
|
|
|
Iran) |
|
|
|
Lianto dan |
The Impact of |
Metode survei dari 100 |
Dampak terbesar dari redenominasi |
|
Suryaputra |
Redenomination in |
orang dianalisis |
adalah dapat meningkatkan |
|
(2012) |
Indonesia from |
menggunakan Structural |
kredibilitas negara di mata negara |
|
|
Indonesian |
Equation Model |
lain, mata uang domestik akan |
|
|
Citizens' Perspective |
|
menjadi semakin kuat dan |
|
|
|
|
menambah kepercayaan diri |
|
|
|
|
masyarakat terhadap mata uangnya. |
|
|
|
|
|
2.2. Percobaan Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu sosial yang terus berkembang. Sejak Adam Smith meletakkan landasan teori ekonomi modern, ada beberapa konsep atau pendekatan pemikiran dan analisis yang telah dikembangkan oleh pakar ekonomi untuk menganalisis fenomena ekonomi. Salah
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
217 |
satu diantaranya, dalam tiga dekade terakhir yang menurut penulis akan membawa revolusi dalam ilmu ekonomi adalah berkembangnya inovasi
Dalam perkembangan metode percobaan ekonomi, muncul suatu teori yang disebut
Tiga syarat cukup untuk memunculkan karakteristik diatas adalah sebagai berikut :
1.Monotonicity adalah pelaku percobaan harus selalu menyukai imbalan yang lebih besar.
2.Salience adalah imbalan yang diterima pelaku tergantung dari tindakan mereka dalam percobaan sesuai aturan yang mereka fahami.
3.Dominance : adanya dominansi kepentingan pelaku di dalam percobaan,yaitu mereka lebih mengutamakan imbalan dan mengabaikan
Friedman dan Sunder (1994) mengemukakan bahwa percobaan ekonomi dilakukan di dalam lingkungan yang terkontrol. Lingkungan ekonomi terdiri dari pelaku ekonomi bersama aturan yang berlaku atau institusi sebagai tempat berinteraksi antar pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi mungkin sebagai pembeli dan penjual, dan institusi mungkin merupakan tipe pasar tertentu.
Dalam percobaan ekonomi diberikan instruksi percobaan yang terdiri dari deskripsi tentang ketentuan percobaan,
Dalam penelitian dibidang ekonomi dengan metode percobaan, kelompok masyarakat yang sering kali menjadi subjek penelitian berasal dari kelompok mahasiswa (Friedman dan Sunder, 1994). Alasan penggunaan mahasiswa sebagai sumber penelitian yaitu :
1.Kelompok ini dinilai paling siap untuk masuk ke dalam kelompok eksperimen.
2.Latar belakang kelompok ini berasal dari kampus, dimana dari kampus inilah sebagian besar peneliti muncul.
218Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
3.Biaya imbangan (opportunity cost) yang rendah.
4.Merupakan salah satu cara untuk mengurangi pengaruh eksternal yang dapat menjadi variabel pengganggu dalam penelitian.
Ilmu ekonomi sendiri baru
Penelitian Eksperimental berminat menentukan apakah
2.3. Percobaan Ekonomi dalam Kajian Kebijakan Ekonomi
Selain untuk pengujian
Penelitian lainnya dalam mengkaji suatu kebijakan dengan metode percobaan adalah kajian tingkat kepatuhan pajak dalam sistem pemungutan pajak self assessment yang diberlakukan di Indonesia (Juanda et al, 2010). Penelitian ini mengkaji bagaimana pengaruh peluang pemeriksaan, denda dan tingkat pendidikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT), dengan mengendalikan
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
219 |
Pajak sulit dilakukan jika menggunakan rancangan survei karena adanya pengaruh lingkungan atau objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan Makin tinggi peluang pemeriksaan pajak dan makin besar denda akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Selain itu, Juanda et al (2010) juga menyatakan tingkat kepatuhan membayar pajak untuk “pelaku eksperimen” mahasiswa Strata satu lebih tinggi dibandingkan tingkat kepatuhan mahasiswa Pascasarjana yang memiliki pengetahuan relatif tinggi. Selanjutnya, makin tinggi penghasilan Wajib Pajak, maka tingkat kepatuhannya makin rendah.
Dalam penelitian yang akan dilakukan, percobaan ekonomi digunakan untuk mengkaji kebijakan redenominasi mata uang rupiah. Prosedur percobaan ekonomi yang akan dilakukan berbentuk transaksi jual beli barang konsumsi dengan sistem transaksi Posted Offer. Sistem transaksi
Adapun dalam kehidupan
2.4. Prosedur Simulasi Percobaan
Prosedur simulasi percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Responden yang sebagai subjek pelaku percobaan terlebih dahulu diacak dengan pengundian untuk menjadi penjual dan pembeli. Pada kondisi pertumbuhan rendah total responden sebanyak 10 orang, kemudian akan terpilih menjadi 5 orang pembeli dan 5 orang penjual. Pada pertumbuhan tinggi total responden sebanyak 14 orang, kemudian akan terpilih menjadi 7 orang pembeli dan 7 orang penjual.
2.Peserta percobaan terlebih dahulu membaca dan memahami instruksi percobaan sesuai dengan peranannya
220Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
3.Peserta diberikan lembar keputusan sesuai dengan peranannya
4.Pembeli dan penjual mendapatkan unit value dan unit cost
5.Setelah pembeli dan penjual mendapatkan unit cost dan unit value
6.Sebelum melakukan transaksi, penjual harus menentukan harga jualnya diatas unit costnya untuk kondisi sebelum redenominasi, setelah itu penjual langsung menentukan harga jual untuk kondisi setelah redenominasi dimana harga jualnya boleh tetap, lebih, atau kurang dari harga sebelum redenominasi. Harga yang telah ditetapkan penjual tidak dapat diganti ketika pembeli pertama sudah memasuki ruangan. Sistem pasar yang digunakan dalam adalah posted offer dimana tidak ada
7.Pembeli diundi urutan pembeliannya untuk kemudian mereka masuk satu per satu ke ruangan penjual untuk membeli barang. Hal tersebut berlanjut hingga urutan terakhir. Transaksi yang pertama dilakukan adalah sebelum kebijakan redenominasi. Setelah selesai semua pembeli melakukan transaksi sebelum adanya redenominasi, urutan pertama masuk kembali untuk melakukan transaksi dengan kondisi harga setelah adanya kebijakan redenominasi. Pembeli harus membeli barang dengan harga di bawah unit value.
8.
9.
10.Pada akhir percobaan (ulangan), peserta mengumpulkan lembar keputusan kepada peneliti untuk melihat hasil dari keuntungan yang diperoleh.
11.Keuntungan yang diperoleh
III. METODE PENELITIAN
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa data primer. Pengumpulan data primer diperoleh melalui simulasi percobaan (eksperimen) ekonomi, dimana data primer yang dikumpulkan merupakan gambaran respons dari para subjek penelitian (pelaku simulasi) sebagai pelaku ekonomi dalam percobaan yang dapat dilihat dari
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
221 |
dibuat oleh para pelaku percobaan. Hasil dari percobaan ekonomi akan dianlisis menggunakan software Minitab 16.
3.1. Metode Pengambilan Sampel Metode Percobaan Ekonomi
Penelitian dengan percobaan ekonomi ini menggunakan responden sebanyak 48 orang mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB sebagai subjek perlakuan. Teknik penarikan contoh dalam penelitian ini menggunakan multi stage dimana tahap pertama menggunakan metode convenience sampling untuk memilih responden dalam empat kombinasi perlakuan yaitu, sebanyak 10 orang untuk pertumbuhan ekonomi rendah dalam kondisi inflasi rendah, 10 orang berikutnya untuk pertumbuhan ekonomi rendah dalam kondisi inflasi tinggi, 14 orang untuk pertumbuhan tinggi dalam kondisi inflasi rendah dan 14 orang berikutnya untuk pertumbuhan tinggi dalam kondisi inflasi tinggi.
Metode percobaan ekonomi menggunakan responden yang akan diberikan imbalan sesuai dengan keputusan yang mereka ambil. Peneliti harus dapat mengefisinkan penggunaan responden agar dapat sesuai dengan anggaran yang telah tersedia. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 10 orang responden untuk pertumbuhan rendah dan 14 untuk pertumbuhan tinggi. Jumlah responden tersebut diperoleh dengan melihat kondisi pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan rendah diasumsikan dengan lebih rendahnya aktivitas jual beli yang terjadi (jumlah pelaku ekonomi yang lebih sedikit). Sedangkan untuk pertumbuhan tinggi diasumsikan bahwa lebih tingginya aktivitas jual beli yang terjadi ( jumlah pelaku ekonomi menjadi lebih besar ).
Teknik convenience sampling (disebut juga haphazard atau accidental sampling) adalah prosedur memilih contoh yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan ditemui (Juanda 2009). Kemudian tahap kedua adalah teknik penarikan contoh acak yang digunakan dalam memilih penjual dan pembeli dimana untuk pertumbuhan rendah pembeli sebanyak 5 orang dan penjual sebanyak 5 orang. Sedangkan untuk pertumbuhan tinggi, 7 orang sebagai pembeli dan 7 orang sebagai penjual. Pengacakan responden dilaksanakan dengan menggunakan sistem pengundian.
3.2. Rancangan Simulasi Percobaan
Pecobaan ini merupakan simulasi kegiatan perekonomian untuk melihat pengaruh atau respon dari redenominasi mata uang terhadap perubahan perilaku produsen dan konsumen. Adapun respons perubahan perilaku produsen dapat dilihat perubahan harga sebagai proksi dari tingkat inflasi sedangkan respons perubahan perilaku konsumen dapat tercermin dari jumlah transaksi yang terjadi.
222Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
1.Pertumbuhan Ekonomi, terdiri dari dua taraf yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi tinggi; dan 2) pertumbuhan ekonomi rendah
2.Inflasi, terdiri dari dua taraf yaitu : 1) inflasi rendah; dan 2) inflasi tinggi
Berdasarkan respons yang akan diamati, instruksi percobaan dalam penelitian ini merujuk kepada penelitian Juanda (2000) yaitu berbentuk transaksi jual beli dengan sistem pasar Posted Offer. Simulasi percobaan ekonomi ini berdasarkan kepada induced value theory, dimana dengan penggunaan insentif/imbalan yang tepat dan nyata akan memungkinkan pelaku percobaan dapat memunculkan (induced) karakteristik tertentu sesuai dengan tujuan percobaan. Oleh karena itu data yang diperoleh dari hasil percobaan berasal dari kondisi yang sudah terkontrol/ terkendali atau sudah tidak terpengaruh oleh
3.2.1. Uji Keragaman (Uji F)
Uji ini digunakan untuk melihat apakah suatu contoh (sample) memiliki ragam yang sama atau tidak. Hipotesisi yang digunakan adalah :
3.3. Uji Beda Nilai Tengah Dua Populasi Bebas
Data primer yang dihasilkan melalui rancangan percobaan ekonomi akan dianalisis dengan menggunakan uji beda nilai tengah dua populasi saling bebas. Dimana dua populasi yang dimaksud adalah dua kelompok kombinasi perlakuan atau kondisi perekonomian atau yang berbeda. Dua kelompok dikatakan saling bebas jika pemilihan
Kondisi keragaman data dua populasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keragaman sama (homogen) atau σ12 = σ22 = σ2 dan keragaman tidak sama (heterogen) atau σ12 ≠ σ22 ≠ σ2 . kedua kondisi tersebut akan sangat menentukan akurasi kesimpulan yang diperoleh. Oleh
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
223 |
karena itu, diperlukan metode pengujian yang tepat untuk setiap kondisi. Adapun bentuk hipotesis untuk kedua kondisi tersebut sama, yaitu:
1. H0 : μ1 – μ2 ≥ 0
H1 : μ1 – μ2 < 0 ; atau
2. H0 : μ1 – μ2 ≤ 0 H1 : μ1 – μ2 > 0
Walaupun bentuk hipotesis untuk kedua kondisi keragaman sama, namun galat baku yang digunakan dalam perhitungan statistik uji berbeda. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Bila terbukti ragam sama (σ12 = σ22 = σ2) maka statistik ujinya adalah:
(1)
Dimana
(2)
Dengan derajat bebas sebesar n1 + n2 – 2. Dalam hal ini Sg dinyatakan sebagai ragam gabungan dari ragam contoh 1 dengan ragam contoh 2. Sedangkan bila ragamnya tidak sama (σ12 ≠ σ22 ≠ σ2) maka statistik ujinya adalah sebagai berikut:
(3)
Dimana adalah nilai tengah
adalah nilai tengah
Untuk menetapkan daerah kritis dalam rangka menolak hipotesis nol (critical region to reject / H0) sangat tergantung pada tiga hal yaitu bentuk hipotesis tandingan (H1), uji statistik yang digunakan, dan besarnya taraf nyata pengujian (α). Arah penolakan hipotesis nol searah dengan hipotesis tandingan, yaitu:
-Jika H1 : μ1 – μ2 < 0 maka daerah kritisnya Thitung < - Tα, db
-Jika H1 : μ1 – μ2 > 0 maka daerah kritisnya Thitung > Tα, db
224Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
Selain menggunakan Thitung kaidah dalam memutuskan perbedaannya signifikan atau tidak pada kondisi yang diperbandingkan adalah apabila nilai probabilitasnya
kecil daripada level signifikansi atau taraf nyata sebesar sepuluh persen (α=0.1). Jika demikian, maka antara dua kondisi yang berbeda tersebut perbedaan nilai respons yang diamati signifikan atau berbeda nyata.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Gambaran Umum Hasil Simulasi Percobaan Sistem Transaksi Pasar Posted Offer Pada Komoditas Barang Elastis
Percobaan ekonomi dilakukan untuk melihat pengaruh kebijakan redenominasi yaitu penghilangan tiga angka nol pada nilai nominal mata uang Rupiah terhadap harga jual, jumlah transaksi, dan total nilai transaksi di pasar komoditas mobil (elastis) dengan sistem
Tabel 4
Gambaran Umum Hasil Simulasi Percobaan pada Komoditas Barang Elastis
|
|
|
Satuan |
Low Growth |
High Growth |
|||
|
|
|
(5 |
(7 |
||||
|
|
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Low Inflation |
|
High Inflation |
Low Inflation |
High Inflation |
HKT |
|
|
Rp |
171 000 000 |
|
180 375 000 |
182 250 000 |
192 250 000 |
PeSb |
|
|
Rp |
158 769 213 |
|
173 166 667 |
172 811 852 |
183 227 976 |
PeSr |
|
|
Rp |
159 517 037 |
|
169 647 552 |
171 304 209 |
187 066 667 |
PSr |
|
|
persen |
0,49 |
|
2,05 |
||
JKT |
|
|
Unit |
8 |
|
6,5 |
9,5 |
8,5 |
QeSb |
|
|
Unit |
9 |
|
5,67 |
10 |
7,67 |
QeSr |
|
|
Unit |
9,3 |
|
5,67 |
10 |
7,67 |
Sumber: Data Olahan |
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan: |
|
|
|
|
|
|
|
|
HKT |
= |
Harga Keseimbangan Teoritis (Rp) |
|
|
|
|||
PeSb |
= |
Harga Keseimbangan Empiris Sebelum Redenominasi (Rp) |
|
|
||||
PeSr |
= |
Harga Keseimbangan Empiris Setelah Redenominasi (Rp) |
|
|
||||
PSr |
= |
Perubahan Harga Setelah Redenominasi (persen) |
|
|
|
|||
JKT |
= |
Jumlah Keseimbangan Teoritis (unit) |
|
|
|
|||
Qe Sb |
= |
Jumlah Transaksi Empiris Sebelum Redenominasi (unit) |
|
|
||||
Qe Sr |
= |
Jumlah Transaksi Empiris Setelah Redenominasi (unit) |
|
|
Tabel 4 menyajikan ringkasan hasil percobaan yang telah dilakukan. Tabel tersebut mengungkapkan beberapa peubah respons untuk
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
225 |
bahwa pada semua kelompok percobaan harga keseimbangan empiris baik sebelum maupun setelah redenominasi berada dibawah harga teoritis. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Pambudi (2014) yang menyebutkan bahwa harga keseimbangan empiris untuk komoditas barang inelastis berada di bawah harga keseimbangan teoritis. Harga keseimbangan empiris didapatkan dari rataan harga jual selama tiga kali ulangan percobaan.
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa pada kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda akan menghasilkan perubahan harga yang berbeda pula. Dari Tabel 4 terlihat bahwa penurunan harga yang paling besar terjadi pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah dan inflasi tinggi. Penurunan harga antara sebelum redenominasi dan setelah redenominasi adalah sebedar 2,07 persen. Sedangkan peningkatan harga secara
Dari Tabel 4 juga kita bisa melihat mengenai jumlah transaksi yang terjadi. Jumlah transaksi paling banyak terjadi ketika kondisi pertumbuhan perekonomian sedang tinggi dikombinasikan dengan inflasi rendah sebesar 10 unit transaksi. Sedangkan jumlah transaksi yang paling sedikit terjadi dalam kondisi pertumbuhan ekonomi rendah dikombinasikan dengan inflasi yang tinggi, yaitu sebesar 5,67 unit.
Jika dilihat pola pergerakan harga jual yang terbentuk di pasar selama tiga kali ulangan percobaan, semua kelompok percobaan cenderung lambat atau bahkan tidak mendekati harga keseimbangan teoritisnya. Hal ini disebabkan sistem transaksi yang digunakan pada simulasi percobaan adalah
4.2. Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Harga Transaksi
Pengaruh kebijakan redenominasi dalam penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu, inflasi dan pertumbuhan yang dilaksanakan terhadap komoditas barang elastis. Contoh komoditas elastis dalam penelitian ini menggunakan komoditas mobil. Kondisi inflasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi inflasi rendah dengan inflasi tinggi, sedangkan untuk pertumbuhannya meliputi pertumbuhan rendah dengan pertumbuhan tinggi. Adapun respon dalam penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh redenominasi terhadap perubahan harga relatif, perubahan jumlah transaksi dan perubahan nilai transaksi.
226Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
Harga
172020000 |
171993926,9 |
|
172000000 |
|
|
|
|
|
171980000 |
|
|
171960000 |
|
|
171940000 |
|
|
171920000 |
|
|
171900000 |
|
171883866,2 |
|
|
|
171880000 |
|
|
171860000 |
|
|
171840000 |
|
|
171820000 |
Sebelum Redenominasi |
Setelah Redenominasi |
|
Grafik 3. Rataan Harga Jual Sebelum dan Setelah
Redenominasi
Secara umum berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan percobaan ekonomi. Harga barang elastis akan mengalami penurunan setelah adanya redenominasi. Hal tersebut terlihat pada grafik 3 dimana pada saat telah terjadi redenominasi terjadi penurunan harga sebesar 110.060. Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Pambudi (2014) dimana secara umum harga - harga setelah redenominasi akan mengalami peningkatan. Hasil penelitian Pambudi (2014) dilakukan pada
Dari hasil penelitian data eksperimental didapatkan hasil bahwa sebagian besar dari responden penelitian pada penelitian ini akan menurunkan harga. Hasil rekapitulasi data perubahan prilaku responden eksperimental terdapat dalam grafik 4. Setelah terjadinya kebijakan redenominasi pada barang elastis di dapatkan hasil bahwa sebanyak 53 persen responden akan menurunkan harganya. Sedangkan responden yang melakukan kenaikan harga sebanyak 24 persen. Dalam penelitian ini juga terdapat 23 persen responden yang tidak melakukan penurunan dan menaikan harga barangnya. Responden yang tidak merubah harganya berpendapat bahwa redenominasi tidak akan merubah penjualannya dan tidak akan berpengaruh terhadap keuntungan yang didapatkannya. Hasil tersebut didapatkan berdasarkan data dari seluruh responden pada percobaan eksperimental.
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
227 |
24%
Menaikan harga
Tidak merubah harga
53%
Menurunkan harga
23%
Grafik 4. Persentase perubahan perilaku responden
eksperimental setelah terjadi redenominasi
Perubahan harga setelah redenominasi dapat menyebabkan harga suatu barang mengalami kenaikan maupun penuruan. Hal tersebut tergantung dari kondisi ekonomi yang sedang dialami suatu negara pada saat pelaksanaan redenominasi. Dari Tabel 5 terlihat bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang beragam terhadap perubahan harga. Dari hasil uji beda nilai tengah terlihat bahwa terdapat tiga kondisi yang signifikan terhadap perubahan harga. Kondisi tersebut adalah pertumbuhan rendah dan tinggi dalam kondisi inflasi rendah, pertumbuhan rendah dan tinggi dalam kondisi inflasi tinggi dan satu kondisi lagi adalah inflasi rendah dan tinggi dalam kondisi pertumbuhan rendah. Hal tersebut dicerminkan dengan nilai
Tabel 5
Uji beda nilai tengah persentase perubahan harga jual setelah redenominasi
Kondisi |
Ragam |
Persentase |
|||
perubahan harga |
|||||
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
Low Growth |
Sama |
0,174 |
|||
High Growth |
|
0,65 |
|
|
|
Low Inflation |
Beda |
0,426 |
|||
High Inflation |
|
0,09 |
|
|
|
Low Growth dan low inflation |
Sama |
0,47 |
1,72 |
0,080* |
|
High Growth dan low inflation |
|
|
|
||
Low Growth dan High inflation |
Sama |
0,079* |
|||
High Growth dan High inflation |
|
2,17 |
|
|
|
Low Inflation dan Low Growth |
Sama |
0,47 |
1,93 |
0,063* |
|
High Inflation dan Low Growth |
|
|
|
||
Low Inflation dan High Growth |
Sama |
0,118 |
|||
High Inflation dan High Growth |
|
2,17 |
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Data Olahan
228Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
Menurut pengalaman beberapa negara yang talah mengalami redenominasi, kondisi yang paling ideal dalam melaksanakan redenominasi adalah kondisi pada saat inflasi sedang rendah dan dikombinasikan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dalam tabel 5 terlihat bahwa pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi dalam kondisi inflasi rendah mempunyai nilai yang signifikan. Nilai signifikansi dalam uji beda nilai tengahnya adalah 0,080, dimana nilai tersebut berada dibawah tingkat kepercayaan 10 persen. Grafik 5 Menunjukkan bahwa pada saat pertumbuhan rendah
|
Perubahan Harga setelah redenominasi |
||
|
pada inflasi rendah (%) |
|
|
0,6 |
0,47 |
|
|
|
Perubahan Harga Relatif (%) |
||
0,4 |
|
||
|
|
||
0,2 |
|
|
|
0 |
|
|
|
|
|
||
|
|
||
|
|
||
|
|
||
|
|||
Pertumbuhan Rendah |
Pertumbuhan Tinggi |
||
|
Grafik 5. Persentase Perubahan Harga Setelah Redenominasi
pada Pertumbuhan Ekonomi Rendah dan Pertumbuhan
Ekonomi Tinggi (Inflasi Rendah)
Terdapat perbedaan perubahan harga pada pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi di kondisi inflasi rendah jika dilaksanakan redenominasi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil nilai signifikan pada taraf nyata bawah level 10 persen. Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi rendah, kondisi inflasi yang rendah akan meningkatkan harga. Kenaikan harga yang akan terjadi sebesar 0,47 persen. Sedangkan pada saat inflasi tinggi secara
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
229 |
Perubahan Harga setelah redenominasi pada pertumbuhan rendah (%)
1 |
0,47 |
|
|
0,5 |
Perubahan Harga Relatif (%) |
0 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Inflasi Rendah |
|
Inflasi Tinggi |
Grafik 6. Persentase Perubahan Harga Setelah
Redenominasi pada Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi
(Pertumbuhan Rendah)
Kondisi yang signifikan juga terjadi pada pertumbuhan ekonomi rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi dalam kondisi inflasi tinggi. Hal tersebut terdeteksi dengan nilai signifikansi sebesar 0,079, dimana nilai tersebut lebih rendah dari pada taraf nyata 10 persen. Adapun terjadinya redenominasi menjadikan perubahan harga pada pertumbuhan rendah dan tinggi dalam kondisi inflasi rendah mengalami perubahan. Perubahan harga tersebut dapat terlihat pada grafik 7. Pada saat pertumbuhan rendah, harga mengalami penurunan sebesar dua persen, sedangkan jika pada inflasi tinggi dikombinasikan dengan pertumbuhan tinggi akan meningkatkan harga relatif sebesar 2,17 persen.
Perubahan harga setelah redenominasi pada inflasi tinggi (%)
2,5 |
2,17 |
|
2Perubahan harga relatif (%)
1,5
1 |
|
|
|
0,5 |
|
|
|
0 |
|
|
|
|
|
||
|
|
||
|
|
||
|
|||
|
|||
Pertumbuhan Rendah |
Pertumbuhan Tinggi |
||
|
Grafik 7. Persentase Perubahan Harga Setelah Redenominasi
pada Pertumbuhan Ekonomi Rendah dan Pertumbuhan
Ekonomi Tinggi (Inflasi Tinggi)
230Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
Selanjutnya faktor yang tidak signifikan dengan adanya pengaruh redenominasi terhadap perubahan harga adalah kondisi pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi, kondisi inflasi rendah dan inflasi tinggi dan satu lagi adalah kondisi inflasi dalam pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ketiga kondisi tersebut tidak mengalami perubahan baik sebelum maupun setelah redenominasi. Ketiga kondisi tersebut dikatakan tidak signifikan karena mempunyai nilai
Perbandingan antara pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi, perubahan harga setelah redenominasi pada dua kondisi tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam Tabel 5 terlihat bahwa
Perubahan Harga Relatif (%)
0,8 |
|
0,65 |
0,6 |
|
|
Perubahan Harga Relatif |
|
|
|
|
|
0,4 |
|
|
0,2 |
|
|
0 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
Pertumbuhan Rendah |
Pertumbuhan Tinggi |
|
|
Grafik 8. Persentase perubahan harga setelah redenominasi pada kondisi pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi
Perbandingan perubahan harga antar kondisi inflasi rendah dengan inflasi tinggi yang tidak signifikan ditandai dengan nilai
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
231 |
Perubahan Harga Relatif (%)
0,15 |
|
|
0,1 |
Perubahan Harga Relatif (%) |
0,09 |
|
||
0,05 |
|
|
0 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
Inflasi Rendah |
Inflasi Tinggi |
Grafik 9. Persentase perubahan harga setelah redenominasi
pada kondisi Inflasi rendah dan Inflasi tinggi
4.3.Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Jumlah Transaksi
Secara garis besar, tidak ada perbedaan yang besar pada jumlah transaksi antara sebelum redenominasi dan sesudah redenominasi. Terlihat pada grafik 10 bahwa jumlah transaksi sebelum redenominasi adalah sebanyak 97 transaksi, sedangkan jumlah transaksi hanya berbeda satu poin saja, yaitu sebanyak 98 transaksi.
Jumlah Transaksi
100 |
|
|
99 |
Jumlah Transaksi |
|
|
|
|
|
|
98 |
98 |
|
|
|
97 |
|
97 |
|
|
96 |
|
|
95 |
|
|
94 |
Sebelum Redenominasi |
Setelah Redenominasi |
|
Grafik 10. Rataan Jumlah Transaksi Sebelum dan
Setelah Redenominasi
232Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
Dikarenakan tidak terjadi perubahan yang signifikan antara
4.4. Pengaruh Kebijakan Redenominasi Terhadap Perubahan Nilai Transksi
Nilai Transaksi
1.405E+09 |
|
|
1.4E+09 |
1399966583 |
|
|
||
|
|
|
1.395E+09 |
|
|
1.39E+09 |
1386508333 |
|
|
|
|
1.385E+09 |
|
|
1.38E+09 |
|
|
1.375E+09 |
|
|
|
Sebelum Redenominasi |
Setelah Redenominasi |
Grafik 11. Rataan Nilai Transaksi Sebelum dan
Setelah Redenominasi
Secara keseluruhan penelitian eksperimental, nilai transaksi akan mengalami peningkatan setelah adanya redenominasi. Pada awal mulanya, nilai transaksi sebelum redenominasi memiliki nilai sebesar 1.386.508.333 untuk komoditas barang elastis. Sedangkan setelah redenominasi nilai tersebut mengalami peningkatan menjadi 1.399.966.583. Hasil rataan nilai transaksi dapat dilihat pada grafik 11.
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
233 |
Tabel 6
Uji beda nilai tengah persentase perubahan Nilai Transksi setelah redenominasi pada kondisi perekonomian
yang
Faktor |
Ragam |
Persentase |
||
perubahan harga |
||||
|
|
(%) |
|
|
|
|
|
|
|
Low Growth |
Sama |
1,35 |
0,25 |
0,406 |
High Growth |
|
0,65 |
|
|
Low Inflation |
Sama |
1,91 |
0,65 |
0,265 |
High Inflation |
|
0,09 |
|
|
Low Growth dan Low Inflation |
Beda |
4,69 |
1,20 |
0,176 |
High Growth dan Low Inflation |
|
|
|
|
Low Growth dan High Inflation |
Sama |
0,079* |
||
High Growth dan High Inflation |
|
2,17 |
|
|
Low Inflation dan Low Growth |
Sama |
4,69 |
1,41 |
0,115 |
High Inflation dan Low Growth |
|
|
|
|
Low Inflation dan High Growth |
Sama |
0,118 |
||
High Inflation dan High Growth |
|
2,17 |
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Data Olahan
Nilai transaksi dalam penelitian eksperimental mengalami peningkatan dalam komoditas barang elastis, dimana dalam penelitian ini adalah mobil. Variabel nilai transaksi dalam penelitian ini memiliki hasil yang beragam, dimana terdapat kondisi yang signifikan dan kondisi yang tidak signifikan. Dari keenam kombinasi perlakuan, yang menunjukkan nilai signifikansi yaitu hanya kondisi pertumbuhan pada kondisi inflasi tinggi saja. Kombinasi kondisi yang lainnya tidak menunjukkan nilai signifikansi dibawah nilai 10 persen.
Nilai transaksi dalam pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi tidak berbeda secara nyata. Hal ini terlihat dari nilai
234Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
|
Perubahan Nilai Transaksi |
|
|
setelah redenominasi (%) |
|
1,6 |
|
|
1,4 |
1,35 |
Perubahan Nilai Transaksi |
|
1,2 |
|
1 |
|
0,8 |
0,65 |
|
|
0,6 |
|
0,4
0,2 |
0 |
Pertumbuhan Rendah |
Pertumbuhan Tinggi |
Grafik 12. Persentase perubahan nilai transaksi setelah redenominasi pada kondisi pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi
Dalam nilai transaksi hanya kondisi pertumbuhan pada kondisi inflasi tinggi yang akan berbeda nyata. Hal tersebut ditandai dengan
Perubahan Nilai Transaksi setelah redenominasi pada inflasi tinggi (%)
2,5 |
2,17 |
|
2 |
||
Perubahan Nilai Transaksi |
||
|
1,5 |
|
|
1 |
|
|
0,5 |
|
|
0 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
||
|
|
|
|
Pertumbuhan Rendah |
Pertumbuhan Tinggi |
Grafik 13. Persentase Perubahan Nilai Transaksi Setelah
Redenominasi pada Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan
Tinggi (Inflasi Tinggi)
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
235 |
V. KESIMPULAN
Redenominasi memberikan dampak yang beragam seandainya kebijakan ini dilaksanakan oleh pemerintah. Percobaan ekonomi yang dilakukan dalam penelitian ini berusaha untuk mencari dampak redenominasi terhadap perubahan jumlah transaksi, perubahan harga transaksi dan perubahan nilai transaksi. Berdasarkan hasil penelitian, redenominasi secara signifikan dapat merubah harga transaksi. Penurunan yang paling besar dalam harga transaksi untuk barang elastis paling besar terjadi ketika kondisi pertumbuhan rendah dikombinasikan dengan inflasi tinggi dan ketika terjadi kondisi pertumbuhan tinggi dikombinasikan dengan inflasi rendah.
Adapun perubahan jumlah transaksi dalam penelitian ini tidak signifikan. Tidak terdapat perubahan antara jumlah transaksi sebelum dan sesudah redenominasi pada barang elastis. Untuk respon nilai transaksi, terdapat perubahan yang signifikan jika redenominasi dilaksanakan pada kondisi pertumbuhan tinggi dikombinasikan dengan inflasi tinggi.
Dilihat dari hasil penelitian, hal yang penting dalam pelaksanaan kebijakan redenominasi mata uang adalah kondisi perekonomian pada saat dilaksanakannya kebijakan tersebut. Akan lebih baik jika redenominasi diterapkan ketika perekonomian berada dalam kondisi yang baik dan stabil, seperti tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sosialisasi kebijakan redenominasi kepada masyarakat perlu dilakukan sebelumnya dengan intensif dan konsisten untuk memberikan informasi yang jelas kepada publik terkait kebijakan tersebut.
Diharapkan pada penelitian lanjutan yang akan dilakukan selanjutnya, peneliti dapat menambah respon dalam percobaan ekonomi dan melakukan sistem transaksi yang lain. Respon yang dapat ditambahkan seperti tingkat suku bunga dan sosialisasi terhadap masyarakat. Sedangkan sistem transaksinya juga dapat ditambahkan, jika dalam penelitian ini dilaksanakan posted offer maka untuk penelitian senjutnya dapat digunakan sistem desentralisasi atau tawar menawar (double auction).
236Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Amir. (2011). Redenominasi Rupiah dan Sistim Keuangan. Jurnal Paradigma Ekonomika, Oktober 2011, Vol.1, No.4.
Friedman. D dan Sunder. (1994). Experimental Methods : A Premier for Economist. Melbourne. Victoria: Cambridge University Press.
Gamble. A, Garling. T, Charlton. J, & Ranyard. R. (2002). Euro Illusion, European Psychologist 7, 4:
Hobijn. Bart, F. Ravena, dan A. Tambalotti. (2006). Menu Costs at Work: Restaurant Prices and the Introduction of the Euro. The Quarterly Journal of Economics, 2006, 121 (3):
Ioana. D. (2005). The National Currency
Juanda. B. (2009). Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor. Indonesia: IPB Press.
Juanda. B. (2010). Ekonomi Eksperimental untuk Pengembangan Teori Ekonomi dan Pengkajian Suatu Kebijakan. Orasi Guru Besar IPB, 25 September 2010
Juanda. B. (2012). Experimental Economics in Indonesia: Lesson Learned and Best Practices. Workshop on Experimental Economics, Bogor 6 September 2012
Juanda. B, N. Fitri, F. Fardilah, dan M.P.D. Manik. (2010). Analisis Perbandingan Dampak Kebijakan Menyelamatkan Bank Century dengan kebijakan Menutup Bank Century dengan Metode Eksperimen. Bogor. Departemen Ilmu Ekonomi,
Kesumajaya, IWW. (2011). Redenominasi Mata Uang Rupiah Merupakan Bagian dari Tugas Bank Indonesia untuk Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistim Pembayaran di Indonesia. GaneC Swara Vol 5 No.1.
Lianto. J dan Suryaputra. R. (2012). The Impact of Redenomination in Indonesia from Indonesian Citizens’ Perspective. Procedia - Social and Behavioral Sciences 40: 1 – 6
Marques. JF dan Dehaene. S. (2004). Developing Intuition for Price in Euros. Journal of Experimental Psychology, 10 (3):
Mehdi. S dan Motiee. R. (2012). An investigating Zeros Elimination of the National Currency and Its Effect on National Economy (Case study in Iran). European Journal of Experimental Biology, 2
Mosley. L. (2005). Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations. Annual Meeting of The American Political Science Association. Washington DC.
Impact Of Redenomination On Price, Volume, And Value Of Transaction: |
|
An Experimental Economic Appraoch |
237 |
Pambudi. Andika. (2014).
Siaran Pers Bank Indonesia No. 12/38/PSHM/Humas
Suhendra. E dan S.W. Handayani. (2012). Impacts of Redenomiantion on Economics Indicators. International Conference on Eurasian Economies 2012.
Wibowo. B. (2013). Ilusi Nilai Uang Redenominasi. Harian Bisnis Kontan, Kamis 21 Februari 2013.
238Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan