UNDERGROUND ECONOMY IN INDONESIA
Sri Juli Asdiyanti Samuda1
Abstract
This paper estimates the size of underground economic activity in Indonesia. Underground economy covers market production of goods and services, legal and illegal, which are sold or purchased illegally. Using monetary approach, this paper concludes the average size of the underground economy in Indonesia during
Keyword: Underground economy, tax evasion
JEL Classification: E26, H26, K42
1 Sri Juli is working at BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Kepulauan Sula, Indonesia; srijuli@bps.go.id
40Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016
I. PENDAHULUAN
Underground economy merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan ekonomi sebagian besar negara. Underground economy yaitu
Pengukuran terhadap underground economy menjadi penting dikarenakan beberapa alasan; pertama, besarnya beban pajak yang harus ditanggung pelaku ekonomi. Meningkatnya aktivitas underground economy dapat dipandang sebagai reaksi dari individu yang merasa terbebani oleh pemerintah dan memilih “exit option” dibandingkan dengan “voice option”. Dalam hal ini, meningkatnya kegiatan underground economy menjadi indikator dari tingginya beban pajak yang harus ditanggung pelaku ekonomi. Kedua, perkembangan underground economy dapat menyebabkan ketidakefisienan pengambilan keputusan oleh stakeholder karena pengukuran beberapa indikator ekonomi seperti pengangguran, angkatan kerja, pendapatan dan konsumsi menjadi tidak akurat. Ketiga, efek lain yang perlu diperhatikan yaitu perkembangan dari underground economy dapat menarik pekerja domestik maupun luar negeri untuk beralih dari kegiatan ekonomi yang legal ke illegal dan menciptakan kompetisi antar keduanya.
Dalam upaya untuk mengukur besarnya kegiatan underground economy masih ditemui kesulitan diantaranya karena konsep dari underground economy yang
Underground Economy In Indonesia |
41 |
economy ingin menghindari kewajiban membayar pajak yang dibebankan padanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur aktivitas underground economy yang terjadi di Indonesia selama periode
Bagian selanjutnya dari paper ini mengulas teori dan studi empiris terkait. Bagian ketiga menyajikan data dan metodologi yang digunakan dalam menghitung besaran underground economy ini, sementara bagian keempat mengulas hasil perhitungan dan analisisnya. Kesimpulan diberikan pada bagian kelima, dan menjadi penutup dari paper ini.
II. TEORI
2.1. Definisi Underground Economy
Menurut Smith (1994) dalam Faal (2003), Underground economy adalah produksi barang dan jasa baik legal maupun illegal yang terlewat dari penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB). Aktifitas illegal yaitu pasar illegal dimana barang dan jasa diproduksi, diperjualbelikan dan dikonsumsi secara illegal. Aktifitas tersebut dikategorikan illegal karena tidak dibenarkan secara hukum (contoh: peredaran obat terlarang atau aktifitas prostitusi). Adapun aktifitas legal yang termasuk underground economy berupa produksi barang dan jasa yang legal namun dengan sengaja diperjualbelikan secara tertutup dengan alasan, yaitu: (i) untuk menghindari pembayaran pajak; (ii) untuk menghindari pembayaran konstribusi perlindungan sosial; (iii) menghindari standar yang telah ditetapkan seperti upah minimum, waktu kerja maksimum, standar keselamatan, dst. (iv) menghindari penyetujuan terhadap prosedur administrasi yang telah ditetapkan.
Adapun klasifikasi aktivitas underground economy menurut Smith (1994) dalam Faal
(2003) adalah sebagai berikut:
42Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016
Tabel 1.
Klasifikasi Aktivitas Underground economy
Aktivitas |
|
Jenis Transaksi |
||
|
Transaksi Moneter |
|
Transaksi |
|
|
|
|
||
Illegal |
• |
Perdagangan barang hasil pencurian |
• |
Barter |
|
• |
Industri dan penjualan |
• |
Pencurian untuk digunakan sendiri |
|
• |
Perjudian |
• |
Produksi |
|
• |
Prostitusi |
|
penggunaan sendiri |
|
• |
Pencucian uang |
|
|
|
• |
Penyelundupan |
|
|
|
• |
Penggelapan |
|
|
|
|
|
|
|
Legal |
• |
Pendapatan yang tidak dilaporkan |
• |
Pendapatan yang tidak dilaporkan |
|
• |
Upah, gaji, dan asset dari pekerjaan yang tidak |
• |
Upah, gaji, dan asset dari pekerjaan yang tidak |
|
|
dilaporkan dari barang dan jasa yang legal |
|
dilaporkan dari barang dan jasa yang legal |
|
• |
Pembayaran di bawah faktur |
• |
Pembayaran di bawah faktur |
|
• |
Diskon untuk karyawan |
• |
Diskon untuk karyawan |
|
• |
Tunjangan |
• |
Tunjangan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Feige (1990) mengolongkan aktivitas underground economy ke dalam empat golongan,
yaitu:
1.The Illegal Economy, yaitu aktivitas ekonomi yang tidak sah yang terkandung dalam pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi yang melanggar
2.The Unreported Economy, yaitu pendapatan yang tidak dilaporkan kepada khususnya otoritas pajak, tentunya dengan maksud untuk menghindari tanggung jawab untuk membayar pajak.
3.The Unrecorded Economy, yaitu pendapatan yang seharusnya tercatat dalam statistik pemerintah namun tidak tercatat. Akibatnya, terjadi perbedaan antara jumlah pendapatan atau pengeluaran yang tercatat dalam sistem akuntansi dengan nilai pendapatan dan pengeluaran yang sesungguhnya.
Underground Economy In Indonesia |
43 |
4.The Informal Economy, yaitu pendapatan yang diperoleh para pelaku atau agen ekonomi secara informal. Para pelaku ekonomi yang berada dalam sektor ini kemungkinan tidak memiliki izin secara resmi dari pihak yang berwenang, perjanjian kerja, atau kredit keuangan.
2.2. Metode Penghitungan Underground Economy
Terdapat beberapa metode pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung estimasi underground economy. Diantara beberapa metode tersebut terdapat tiga pendekatan yang paling sering digunakan yaitu: pendekatan langsung, pendekatan tidak langsung, dan pendekatan dengan pembentukan model.
Pendekatan Langsung
Pendekatan ini merupakan pendekatan secara mikro dengan melakukan sebuah survei pada sekelompok sampel dengan metode sampel tertentu. Survei didesain untuk mengidentifikasi
Pendekatan Tidak Langsung
Pendekatan ini sering juga disebut sebagai pendekatan indikator. Hal ini karena untuk mengestimasi underground economy, berbagai variabel makro ekonomi digunakan sebagai indikator. Indikator yang sering digunakan sebagai proksi untuk mengukur jumlah dan pertumbuhan underground economy antara lain adalah:
1. Diskrepansi antara PDB Pengeluaran dan PDB Pendapatan
Pendekatan ini berdasarkan pada diskrepansi statistik antara PDB yang dihitung dengan pendekatan pengeluaran dan PDB yang dihitung melalui pendekatan pendapatan. Secara teori, PDB yang dihitung melalui pendekatan pengeluaran dan pendapatan akan menghasilkan angka yang sama. Perbedaan antara kedua nilai PDB tersebut dapat mengindikasikan terdapat kegiatan underground economy dalam negara tersebut.2
2 Smith, J.D (1985): Market motives in the informal economy
44Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016
2. Diskrepansi antara partisipasi kerja di sektor legal dan aktual
Apabila angka partisipasi kerja tetap, namun angka partisipasi kerja 8ypada sektor legal berkurang maka dapat menjadi indikasi terdapatnya kegiatan underground economy.
3. Pendekatan Moneter (Permintaan Uang Kartal)
Metode estimasi dengan pendekatan moneter merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan untuk mengukur underground economy. Metode ini dikembangkan oleh Vito Tanzi (1980) yang menggunakannya untuk mengestimasi underground economy di Amerika Serikat. Tanzi mendefinisikan underground economy sebagai pendapatan yang didapat dari aktivitas ekonomi yang tidak dilaporkan dan atau tidak tercatat pada otoritas pajak dengan maksud untuk menghindari pajak. Menurut Tanzi (1980), beban pajak merupakan faktor penyebab terjadinya aktivitas underground economy.
Dalam model yang dibentuk, Tanzi mengestimasi underground economy dengan melihat elastisitas permintaan uang kartal terhadap beban pajak. Hal ini berdasarkan pada asumsi bahwa para pelaku ekonomi yang berada dalam underground economy lebih menyukai menggunakan uang tunai (cash) untuk menghindari pengontrolan oleh pemerintah khususnya otoritas pajak. Model ini mengukur sensitivitas keinginan masyarakat untuk memegang uang kartal terhadap perubahan tarif atau beban pajak. Insentif untuk menghindari pajak dengan menggunakan lebih banyak uang tunai untuk transaksi mampu memengaruhi keinginan masyarakat untuk memegang uang tunai.
Pendekatan dengan Pembentukan Model
Dalam pendekatan ini, estimasi nilai dari underground economy diperoleh melalui pembentukan model dengan merepresentasikan satu indikator yang dapat mencakup kegiatan underground economy. Model yang terbentuk secara eksplisit terdiri beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya kegiatan underground economy.
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengestimasi underground economy di beberapa negara. Asaminew (2010) melakukan estimasi underground economy di Ethiopia dan menemukan bahwa underground economy di Ethiopia mulai berkembang pada tahun
Underground Economy In Indonesia |
45 |
III. METODOLOGI
Dalam paper ini, data yang digunakan adalah data sekunder triwulanan mencakup rentang waktu
Penelitian ini melakukan estimasi underground economy dengan menggunakan pendekatan moneter seperti yang diperkenalkan oleh Tanzi (1980). Variabel ekonomi yang digunakan dalam proses perhitungan dalam penelitian ini antara lain, yaitu:
a.Permintaan Uang Kartal (C)
Merupakan jumlah uang kartal baik berupa uang kertas maupun uang logam yang beredar atau berada di tangan masyarakat. Agar mencerminkan nilai sebenarnya maka uang kartal yang digunakan adalah uang kartal riil yaitu uang kartal nominal yang telah disesuaikan dengan tingkat harga umum.
b.Inflasi (I)
Mencerminkan perubahan harga sekelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat atau sebagai proksi daya beli masyarakat. Inflasi secara teori memberikan pengaruh positif terhadap permintaan jumlah uang kartal.
c.Beban Pajak
Sebagai proksi beban pajak digunakan rasio antara penerimaan pajak terhadap PDB nominal. Hal ini sesuai dengan definisi beban pajak menurut Organisation for Economic Co- Operation and Development (OECD). Dalam penelitian ini, variabel beban pajak diharapkan berpengaruh positif terhadap permintaan jumlah uang beredar.
d.Suku Bunga Deposito 1 Bulan
Suku bunga deposito 1 bulan diasumsikan sebagai opportunity cost dari memegang uang. Suku bunga deposito 1 bulan secara teori memiliki hubungan negatif terhadap permintaan uang kartal karena semakin tinggi tingkat bunga maka semakin besar keinginan seseorang untuk menabung.
e.Produk Domestik Bruto (PDB)
Data yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto Indonesia atas dasar harga berlaku triwulanan dari tahun
Adapun persamaan dalam permintaan uang kartal dapat ditulis sebagai berikut:
(1)
46Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016
dimana ln C merupakan uang kartal yang digunakan untuk transaksi dalam official economy.
Underground economy yang diukur dalam penelitian ini lebih diarahkan ke kegiatan para pelaku ekonomi dalam memproduksi dan memperjualbelikan barang dan jasa yang lepas dari pengawasan otoritas pajak sehingga melepaskan para pelaku tersebut dari kewajiban membayar pajak. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini untuk memperoleh besarnya underground economy dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut:
Estimasi Jumlah Permintaan
Uang Kartal (C)
Menghitung Jumlah Permintaan Uang
Kartal Underground economy
CUE = C - COE
Menghitung Kecepatan Uang Beredar
Underground economy
VUE = PDB /(M1- CUE)
Menghitung Besaran
Underground economy
UE = CUE x VUE
Gambar 1.
Tahapan Penghitungan Besaran Aktivitas Underground economy
IV. HASIL DAN ANALISIS
4.1. Hasil Estimasi dan Validasi Model
Sebelum mengestimasi model, uji stasioneritas dilakukan terlebih dahulu terhadap serangkaian variabel yang terlibat. Data yang stasioner memiliki means, varians dan autovarians (pada variansi lag) yang sama setiap waktu data itu dibentuk atau dipakai, artinya dengan data yang stasioner model time series yang dibentuk dapat dikatakan lebih stabil. Penggunaan data yang tidak
Underground Economy In Indonesia |
47 |
stasioner dapat menghasilkan regresi lancung (spurious regression). Sebagaimana kita ketahui, regresi lancung umunya ditandai dengan statistik R2 yang tinggi, namun tidak ada hubungan yang berarti diantara variabel dependen dan independennya.
Pengujian dari data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Augmented
Seperti dijelaskan sebelumnya, model yang diestimasi menggunakan elastisitas permintaan uang kartal terhadap beban pajak. Hal ini disebabkan karena uang kartal merupakan alat transaksi yang paling disukai oleh para pelaku underground economy karena tidak mudah diketahui oleh otoritas pajak. Model ini juga akan mengukur pengaruh perubahan beban pajak terhadap permintaan uang kartal.
Hasil estimasi model yang disajikan dalam Tabel 4.2 menunjukkan bahwa selain variabel inflasi, ariabel lainnya yaitu: beban pajak, suku bunga deposito 1 bulan dan PDB secara signifikan berpengaruh terhadap jumlah permintaan uang kartal.
Tabel 2.
Hasil Regresi Model
Variabel |
Coefficient |
Std. Error |
Prob. |
|
|
|
|
|
|
INF |
0,015139 |
0,016199 |
0,934605 |
0,3550 |
Tax |
0,015137 |
0,003341 |
4,530057 |
0,0000 |
R |
0,003819 |
0,0894 |
||
LNPDB |
0,169989 |
0,036330 |
4,679079 |
0,0000 |
C |
2,751379 |
0,573883 |
4,794318 |
0,0000 |
0,915849 |
|
|
|
|
Adjusted |
0,906498 |
|
|
|
97,95012 |
|
|
|
|
0,000000 |
|
|
|
|
1,912247 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: pengolahan data |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Model di atas masih perlu diuji lebih lanjut yakni uji kointegrasi untuk mengetahui apakah seluruh variabel mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang atau tidak. Secara teknis, uji ini dilakukan dengan melihat ada tidaknya kombinasi linear antara dua atau lebih variabel yang ada dalam model. Dalam penelitian ini, pengujian kointegrasi dilakukan melalui metode Engle Granger dengan pendekatan Augmented Dicky Fuller Test.
48Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016
Dari hasil pengujian terlihat bahwa residual dari persamaan yang dibangun ternyata stasioner, sehingga dapat dikatakan terdapat kombinasi linear pada variabel yang terlibat, atau secara singkat terkointegrasi. Hasil ini juga menjelaskan bahwa hasil estimasi dari persamaan yang dibentuk tidak akan membentuk regresi lancung atau spurious regression.
Uji kelayakan model didasarkan pada beberapa hal diantaranya yaitu koefisien determinasi (R2), nilai
Sementara itu, jika dilihat dari nilai
Validasi model juga mencakup uji pelanggaran asumsi yakni multikolinearitas. Dengan melihat nilai VIF, terlihat bahwa tidak ada variabel yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 sehingga bisa disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas dalam model yang diestimasi tidak melanggar asumsi multikolinearitas.
Tabel 3.
NIlai Toleransi dan VIF
Variabel |
Collinearity Statistics |
||
|
|
||
Toleransi |
VIF |
||
|
|||
R |
0,505 |
1,982 |
|
PDB |
0,377 |
2,653 |
|
Inf |
0,91 |
1,099 |
|
Tax |
0,645 |
1,551 |
|
Sumber: Pengolahan data |
|
|
|
|
|
|
Uji autokorelasi dan heteroskedastisitas juga dilakukan. Model awal memberikan besaran statistik
Underground Economy In Indonesia |
49 |
4.2. Analisis Hasil Estimasi Model
Hubungan Inflasi dengan Permintaan Uang Kartal
Permintaan uang riil adalah permintaan terhadap uang kartal yang dihubungkan dengan perubahan harga barang dan jasa secara umum yang memengaruhi daya beli uang (purchasing power of money). Apabila terjadi inflasi maka dengan jumlah uang nominal yang sama, jumlah barang yang dapat dibeli menjadi lebih sedikit atau dengan kata lain daya beli uang menjadi menurun. Oleh karena itu, secara teori hubungan antara permintaan uang kartal dengan inflasi adalah positif. Hal ini dikarenakan ketika inflasi meningkat maka untuk melaksanakan tingkat transaksi yang sama, jumlah uang yang dibutuhkan secara nominal akan meningkat pula.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini dimana diperoleh koefisien inflasi bernilai positif sebesar 0,0151. Meskipun variabel inflasi tidak signifikan secara statistik namun tidak berarti inflasi tidak berpengaruh terhadap permintaan uang kartal. Hal ini bisa saja disebabkan karena pengaruh inflasi yang cukup kecil sehingga tidak signifikan secara statistik dan juga dapat dipahami bahwa ketika terjadi inflasi maka tidak secara seketika masyarakat akan meningkatkan permintaan uang kartal mereka namun dibutuhkan waktu sehingga memberikan pengaruh yang kecil.
Hubungan Beban Pajak dengan Permintaan Uang Kartal
Variabel beban pajak merupakan variabel penting untuk mengestimasi besaran aktivitas underground economy dan harus berpengaruh signifikan secara statistik terhadap permintaan uang kartal dalam model. Penggunaan uang kartal sebagai alat transaksi lebih memudahkan para pelaku underground economy untuk menghindari kewajiban membayar pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel beban pajak berpengaruh positif terhadap permintaan uang kartal. Koefisien variabel beban pajak sebesar 0,0151 yang dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan dari beban pajak sebesar 1 persen dimana variabel yang lain ceteris paribus maka permintaan uang kartal akan naik sebesar 1,51 persen. Hal ini juga dapat diartikan bahwa beban pajak berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas underground economy, dimana semakin tinggi beban pajak semakin besar pula aktivitas underground economy.3
Hubungan Suku Bunga Deposito 1 Bulan dengan Permintaan Uang Kartal
Tingkat suku bunga yang merupakan opportunity cost dari memegang uang, secara teori akan berkorelasi negatif dengan permintaan uang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana koefisien dari suku bunga deposito 1 bulan bernilai negatif sebesar 0,007. Dengan demikian,
3 Peirre Lemieux, (2007) The Underground economy Cause, Extent, Approach, Montreal Economic Institute Research Papers
50Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016
setiap suku bunga deposito 1 bulan naik sebesar 1 persen maka jumlah permintaan uang kartal akan turun sebesar 0,7 persen. Secara teori, semakin tinggi tingkat suku bunga deposito maka keinginan masyarakat untuk menyimpan uang di Bank pun akan semakin meningkat karena memperoleh keuntungan yang lebih besar sehingga permintaan uang kuartal pun akan menurun.
Hubungan Produk Domestik Bruto dengan Permintaan Uang Kartal
Berdasarkan teori yang dikemukakan Keynes, pendapatan mempunyai korelasi positif dengan permintaan uang. Dalam penelitian ini, pendapatan diwakili oleh Produk Domestik Bruto (PDB). Pendekatan seperti ini juga digunakan oleh Ebrima Faal (2003) dalam penelitiannya mengestimasi besarnya aktivitas underground economy di Guyana. PDB dapat digunakan sebagai proksi pendapatan dikarenakan merupakan nilai tambah yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi dalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa.
Berdasarkan hasil regresi diperoleh bahwa pendapatan memiliki pengaruh positif terhadap permintaan uang kartal. Koefisien PDB bernilai 0,17 yang berarti setiap kenaikan PDB sebesar 1 persen maka akan meningkatkan jumlah permintaan uang kartal sebesar 17 persen.
4.3. Pengukuran Besarnya Underground economy
Hasil estimasi dari persamaan yang terbentuk akan menghasilkan jumlah permintaan uang kartal baik yang digunakan dalam aktivitas official economy maupun dalam underground economy. Hasil estimasi jumlah permintaan uang kartal dengan beban pajak kemudian dikurangi dengan estimasi jumlah permintaan uang kartal tanpa beban pajak untuk memperoleh estimasi jumlah permintaan uang kartal underground economy. Hasil tersebut kemudian dikalikan dengan velocity of money atau kecepatan uang beredar untuk memperoleh besaran underground economy di Indonesia periode
|
|
|
|
|
Underground Economy In Indonesia |
51 |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 4. |
|
|
|
|
|
|
|
Estimasi Underground economy di Indonesia, |
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Underground economy |
|
|
Underground economy |
|
||
Tahun |
TW |
(dalam Miliar Rupiah) |
Tahun |
TW |
(dalam Miliar Rupiah) |
|
||
|
|
|
|
|
||||
|
|
Nominal |
Riil (2000) |
|
|
Nominal |
Riil (2000) |
|
2001 |
I |
31899,25 |
293,80 |
2008 |
I |
104035,46 |
473,51 |
|
|
II |
29573,92 |
256,26 |
|
II |
101441,25 |
431,50 |
|
|
III |
56849,40 |
489,50 |
|
III |
129354,40 |
524,86 |
|
|
IV |
40314,81 |
229,73 |
|
IV |
102143,43 |
411,09 |
|
2002 |
I |
33758,58 |
284,80 |
2009 |
I |
81833,64 |
328,55 |
|
|
II |
36216,79 |
301,96 |
|
II |
93224,54 |
364,88 |
|
|
III |
45594,91 |
374,62 |
|
III |
118759,42 |
457,41 |
|
|
IV |
43631,31 |
234,75 |
|
IV |
34622,35 |
130,84 |
|
2003 |
I |
28158,74 |
219,45 |
2010 |
I |
157109,82 |
583,93 |
|
|
II |
37544,56 |
297,49 |
|
II |
80328,31 |
290,56 |
|
|
III |
57594,81 |
301,76 |
|
III |
119214,58 |
424,07 |
|
|
IV |
36615,73 |
283,88 |
|
IV |
81957,28 |
285,51 |
|
2004 |
I |
38516,53 |
192,65 |
2011 |
I |
134793,25 |
459,06 |
|
|
II |
49338,56 |
240,06 |
|
II |
138138,11 |
464,03 |
|
|
III |
75939,52 |
360,45 |
|
III |
151378,10 |
496,61 |
|
|
IV |
70395,54 |
327,34 |
|
IV |
124896,16 |
406,18 |
|
2005 |
I |
44235,53 |
298,44 |
2012 |
I |
137148,55 |
440,20 |
|
|
II |
51890,20 |
337,53 |
|
II |
196591,67 |
625,09 |
|
|
III |
69986,94 |
440,34 |
|
III |
212969,48 |
676,01 |
|
|
IV |
63599,30 |
368,51 |
|
IV |
106301,74 |
336,33 |
|
2006 |
I |
51828,99 |
296,96 |
2013 |
I |
188571,63 |
590,78 |
|
|
II |
61261,79 |
344,95 |
|
II |
140849,84 |
438,49 |
|
|
III |
91011,78 |
496,62 |
|
III |
327739,00 |
986,12 |
|
|
IV |
76500,37 |
272,17 |
|
IV |
286806,74 |
847,73 |
|
2007 |
I |
54863,54 |
283,58 |
|
|
|
|
|
|
II |
81395,83 |
412,46 |
|
|
|
|
|
|
III |
114195,66 |
561,33 |
|
|
|
|
|
|
IV |
72423,59 |
345,07 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
94141,25 |
396,53 |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Pengolahan data
52Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016
Adapun perkembangan dari underground economy di Indonesia selama periode 2001-
2013 disajikan pada Grafik 1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa aktivitas underground economy memiliki trend meningkat hampir setiap tahunnya hanya pada tahun 2009 menurun cukup drastis. Peningkatan aktivitas underground economy paling tinggi terjadi pada triwulan III tahun 2013.
350 |
300 |
250 |
200 |
150 |
100 |
50 |
0 |
III IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sumber: Pengolahan data
Grafik 1. Perkembangan Aktivitas Underground economy
per triwulan di Indonesia,
Berdasarkan hasil estimasi underground economy di Indonesia maka akan dapat diperkirakan pula nilai potensi pajak yang hilang karena aktivitas underground economy. Nilai potensi pajak ini diperoleh dengan mengalikan besaran underground economy dengan tarif pajak
|
|
|
|
|
|
Underground Economy In Indonesia |
53 |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 5. |
|
|
|
|
|
|
|
Potensi Pajak Underground economy di Indonesia, |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Potensi Pajak |
Rasio |
|
|
Potensi Pajak |
Rasio |
|
Tahun |
Triwulan |
|
terhadap |
Tahun |
Triwulan |
terhadap |
|||
|
Nominal (Miliar) |
Nominal (Miliar) |
|||||||
|
|
|
PDB |
|
|
PDB |
|||
|
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2001 |
I |
|
4309,59 |
1,11 |
2008 |
I |
11672,78 |
|
1,05 |
|
II |
|
3318,19 |
0,80 |
|
II |
12842,46 |
|
1,05 |
|
III |
|
6566,11 |
1,54 |
|
III |
16803,14 |
|
1,27 |
|
IV |
|
7220,38 |
1,73 |
|
IV |
14269,44 |
|
1,11 |
2002 |
I |
|
3693,19 |
0,85 |
2009 |
I |
8363,40 |
|
0,64 |
|
II |
|
3835,36 |
0,85 |
|
II |
10534,37 |
|
0,76 |
|
III |
|
4814,82 |
1,02 |
|
III |
11769,06 |
|
0,81 |
|
IV |
|
6104,02 |
1,32 |
|
IV |
4878,29 |
|
0,34 |
2003 |
I |
|
3238,25 |
0,65 |
2010 |
I |
6259,95 |
|
0,42 |
|
II |
|
3900,88 |
0,78 |
|
II |
14032,77 |
|
0,88 |
|
III |
|
5989,86 |
1,16 |
|
III |
11891,72 |
|
0,71 |
|
IV |
|
5770,64 |
1,15 |
|
IV |
10679,04 |
|
0,64 |
2004 |
I |
|
4317,70 |
0,80 |
2011 |
I |
10777,22 |
|
0,62 |
|
II |
|
5136,14 |
0,91 |
|
II |
18777,20 |
|
1,03 |
|
III |
|
8315,38 |
1,40 |
|
III |
19081,11 |
|
0,99 |
|
IV |
|
11368,88 |
1,90 |
|
IV |
15830,77 |
|
0,83 |
2005 |
I |
|
5193,25 |
0,82 |
2012 |
I |
11473,43 |
|
0,58 |
|
II |
|
5879,16 |
0,88 |
|
II |
21365,66 |
|
1,04 |
|
III |
|
8258,46 |
1,16 |
|
III |
29811,47 |
|
1,41 |
|
IV |
|
9438,14 |
1,24 |
|
IV |
14999,95 |
|
0,72 |
2006 |
I |
|
5867,04 |
0,75 |
2013 |
I |
13898,73 |
|
0,65 |
|
II |
|
7124,75 |
0,88 |
|
II |
16129,42 |
|
0,73 |
|
III |
|
9983,99 |
1,15 |
|
III |
28430,04 |
|
1,20 |
|
IV |
|
11429,16 |
1,31 |
|
IV |
55233,76 |
|
2,33 |
2007 |
I |
|
5629,00 |
0,61 |
|
|
|
|
|
|
II |
|
9303,54 |
0,97 |
|
|
|
|
|
|
III |
|
13829,09 |
1,34 |
|
|
|
|
|
|
IV |
|
11348,78 |
1,10 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
11172,864 |
0,9992 |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Pengolahan data
54Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016
Pertumbuhan dari aktivitas underground economy dari tahun ke tahun selama periode
50,00 |
|
40,00 |
|
30,00 |
|
20,00 |
|
10,00 |
|
0,00 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 |
Growth |
Grafik 2. Pertumbuhan Underground economy
di Indonesia,
Dari Grafik 2 terlihat bahwa pertumbuhan aktivitas underground economy di Indonesia cukup fluktuatif setiap tahunnya selama periode
V. KESIMPULAN
Paper ini merupakan penelitian empiris yang menghitung dan menganalisis besaran underground economy di Indonesia. Beberapa kesimpulan yang dapat diturunkan pertama adalah bahwa pendekatan moneter dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya underground economy di Indonesia, yang ditunjukkan melalui variabel beban pajak yang signifikan berpengaruh terhadap jumlah permintaan uang kartal. Kesimpulan kedua, dengan menggunakan pendekatan moneter, paper ini menyimpulkan bahwa selama periode
Underground Economy In Indonesia |
55 |
Tiga kesimpulan di atas memiliki implikasi penting terutama dalam hal penggunaan uang tunai dalam bertransaksi yang membuka peluang bagi aktivitas underground economy. Kedepannya penggunaan uang elektronik kemungkinan dapat menjadi solusi untuk mereduksi besaran aktivitas underground economy.
56Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016
DAFTAR PUSTAKA
Asaminew, Emerta. (2010). The Underground economy and Tax Evasion in Ethiopia: Implications for Tax, October, typewritten.
Faal, Ebrima. (2003). Currency Demand, the Underground economy, and Tax Evasion: the Case of Guyana. International Monetary Fund Working Paper.
Feige, Edgard. (1990). Defining and Estimating Underground and Informal Economies: The New Institutional Economic Approach, World Development, 18, no. 7, pp. 989 – 1002.
Gujarati, Damodar. (1993). Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Haque, Sheikh Touhidul. (2013). Underground economy of Bangladesh: An Econometric Analysis. Research Study Series No – FDRS 01/2013.
Lemmiuex, Pierre. (2007). The Undeground Economy Causes, Extent, Approach. Montreal Economic Institute Research Papers.
Schneider, Friedrich dan Enste, D. H. (2000). Shadow Economies: Size, Causes, and Consequences. Journal of Economic Literarute, Vol.38, pp.
Smith, J. D. (1985). Market motive in the Informal Economy. The Economics of the Shadow Economy.
Tanzi, Vito. (1980). The Underground Economy in the United States: Annual Estimates, 1930- 80. IMF Staff Papers, Vol. 30 (June), pp.